Lihat ke Halaman Asli

Firdaus Tanjung

Memberi dan mengayuh dalam lingkar rantai kata

Hidup Bersahabat dengan Bencana dan Upaya Mitigasi Lewat Peran (Sandiwara) Radio

Diperbarui: 21 Oktober 2016   14:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tugu gempa G-30-S 2009 di Kota Padang (sumber ; dokpri F. Tanjung)

Monumen tugu gempa mengenang korban gempa G-30-S 2009 di Kota Padang (sumber ; dokpri F. Tanjung)

Akan ada kisah cerita "asmara" dibalik bencana. Bisa sesama pengungsi, pengungsi dengan relawan, atau sesama relawan yang akhirnya berjodoh.

Pendahuluan.

Disukai atau tidak kita semua yang bermukim di Indonesia harus menerima kenyataan bahwa negeri kita tinggal berada di kawasan jalur Rawan Bencana.

Bentang alam Indonesia (land scape) yang berpulau-pulau memiliki tingkat resiko yang tinggi terhadap bencana alam. Bentangan gugusan gunung api aktif menghiasi jalur pulau-pulau di Indonesia yang dikenal dengan “sabuk api” (ring of fire). Mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Sulawesi jelas merupakan suatu ancaman tersembunyi yang sewaktu-waktu akan menjadi “prahara” nyata di bumi ini.

Gambar pergerakkan lempeng benua (sumber gbr ; BNPB)

Begitu juga nusantara kita berada di posisi antara 3 (tiga) lempeng raksasa dunia. Lempeng Pasifik, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Eurasia yang begitu nyata “mengapit” negeri ini. Dimana lempengan ini saling berinteraksi menekan satu sama lain. Berjalan rata-rata - / + 4 - 10 cm /tahun, (sumber ; BNPB).

Bisa disimpulkan bahwa Indonesia adalah suatu negeri marketnya bencana alam yang begitu tinggi dan kompleks. Bencana dari erupsi gunung api yang terjadi akhir-akhir ini sejak satu dasawarsa ini telah menimbulkan kerugian materil dan non materil yang tidak sedikit.

Seperti erupsi Gunung Merapi di Jogja 2010 silam. Dan baru-baru ini erupsi Gunung Sinabung di Sumatera yang tiada hari tanpa guguran larva dari kepundan gunung ini. Tanah longsor akibat dari curah hujan yang begitu tinggi juga ikut “menemani” dari bencana gunung api itu. Begitu juga angin topan dan puting beliung hampir merata singgah bumi pertiwi ini.

Kita pernah terhenyak dengan peristiwa pilu gempa bumi dan tsunami Aceh 26 Desember 2004 yang lalu. Gempa dengan skala 9,1 SR (Skala Reichter) yang disertai tsunami itu telah meluluh-lantakkan bumi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan sekitarnya. Lebih dari 200 ribu korban jiwa serta kerugian materil yang tidak sedikit akibat dari peristiwa tersebut.

Menurut dari suatu penelitian di Amerika Serikat saking hebatnya gempa bumi dan tsunami di Aceh itu sempat menghentikan laju putaran bumi beberapa detik. Bisa dibayangkan, bukan ?

Melihat fakta demikian, tentu ada sikap kita berupa siaga bencana untuk mencegah dan / atau mengurangi tingkat resiko akibat dari bencana alam tersebut (mitigasi).  Yakni dengan cara pola bagaimana hidup bersahabat dengan kawasan negeri yang rawan bencana alam.

Daerah-daerah Pesisir Barat Sumatera dan Selatan Jawa serta Nusa Tenggara (Barat & Timur) adalah kawasan yang sangat rentan resikonya dengan bencana gempa bumi dan tsunami serta gunung api meletus. Dari sekian banyak gunung berapi aktif di Indonesia, hampir 2/3 kawasan gunung berapi aktif berada di Sumatera dan Jawa.

Sebenarnya gempa bumi dan tsunami serta gunung api meletus bukanlah suatu hal yang perlu ditakutkan secara berlebihan. Artinya jika ada upaya yang sungguh-sungguh dari mitigasi yang diterapkan secara nyata dan menyeluruh. Betul, satu sisi manusiawi kita akan merasakan dampak kengerian yang luar biasa akibat dari reaksi bumi ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline