Lihat ke Halaman Asli

Mempelajari Ragam bahasa Dalam buku teks Modul Ajar di SD

Diperbarui: 18 Januari 2025   09:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ragam  bahasa merupakan   variasi   bahasa   yang   terjadi karena    pemakaian    bahasa.    Munculnya keragaman     bahasa     ini     bukan     hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen,  melainkan  keragaman  interaksi sosial yang mereka lakukan. Keragaman ini semakin   bertambah   jika   bahasa   tersebut dipakai  oleh  penutur  yang  sangat  banyak serta dalam wilayah yang sangat luas (Rizqina et al., 2023).
Menurut Minto Rahayu ragam bahasa terjadi karena adanya ragam wilayah pemakaian dan bermacam-macam penutur. Faktor sejarah perkembangan masyarakat juga turut menimbulkan factor sejumlah ragam bahasa. Ragam bahasa yang beraneka raga mini masih bahasa Indonesia karena ciri dan kaidah tata bunyi, pembentukan kata, tata karma, umumnya sama. Dari pendapat kedua para ahli tersebut terkait ragam bahasa ialah variasi berbahasa seseorang dengan berbagai factor yang dimilikinya.
Ragam bahasa berbeda dengan laras bahasa. Pada saat digunakan sebagai alat komunikasi, bahasa masuk dalam berbagai laras sesuai dengan fungsi pemakaiannya (Rusli, 2022). Itulah yang disebut dengan laras bahasa. Jadi, laras bahasa adalah kesesuaian antara bahasa dan fungsi pemakaiannya. Contoh dari laras bahasa antara lain laras iklan, laras lagu, laras ilmiah, laras ilmiah populer, laras feature, laras komik, dan laras sastra. Setiap laras masih dapat dibagi lagi menjadi sublaras. Sebagai contoh, laras sastra yang dapat dibagi-bagi menjadi laras cerpen, laras puisi, atau laras novel.
Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi), yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.
Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi resmi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya, dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku. Chaer (2006) membagi ragam bahasa Indonesia menjadi tujuh ragam Bahasa yaitu:
1. Ragam bahasa yang bersifat perseorangan. Ragam bahasa ini disebut dengan istilah idiolek. Idiolek adalah variasi bahasa yang menjadi ciri khas individu atau seseorang pada saat berbahasa tertentu
2. Ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat dari wilayah tertentu yang biasanya disebut dengan istilah dialek. Misalnya, ragam bahasa Indonesia dialek Bali berbeda dengan dialek Yogyakarta
3. Ragam bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat dari golongan sosial tertentu, biasanya disebut sosiolek. Misalnya ragam bahasa masyarakat umum ataupun golongan buruh kasar tidak sama dengan ragam bahasa golongan terdidik
4. Ragam bahasa yang digunakan dalam kegiatan suatu bidang tertentu, seperti kegiatan ilmiah, sastra, dan hukum. Ragam ini disebut juga dengan istilah fungsiolek, contohnya ragam bahasa sastra dan ragam bahasa ilmiah. Ragam bahasa sastra biasanya penuh dengan ungkapan atau kiasan, sedangkan ragam bahasa ilmiah biasanya bersifat logis dan eksak
5. Ragam bahasa yang biasa digunakan dalam situasi formal atau situasi resmi. Biasa disebut dengan istilah bahasa baku atau bahasa standar. Bahasa baku atau bahasa standar adalah ragam bahasa yang dijadikan dasar ukuran atau yang dijadikan standar. Bahasa baku biasanya dipakai dalam situasi resmi, seperti dalam perundang-undangan, surat menyurat dan rapat resmi, serta tidak dipakai untuk segala keperluan tetapi hanya untuk komunikasi resmi, wacana teknis, pembicaraan di depan umum, dan pembicaraan dengan orang yang dihormati. Di luar itu biasanya dipakai ragam tak baku
6. Ragam bahasa yang biasa digunakan dalam situasi informal atau tidak resmi yang biasa disebut dengan istilah ragam nonbaku atau nonstandar. Dalam ragam ini kaidah-kaidah tata bahasa seringkali dilanggar
7. Ragam bahasa yang digunakan secara lisan yang biasa disebut bahasa lisan. Bahasa lisan sering dibantu dengan mimik, gerak anggota tubuh, dan intonasi. Sedangkan lawannya, ragam bahasa tulis tidak bisa dibantu dengan hal-hal di atas. Oleh karena itu, dalam ragam bahasa tulis harus diupayakan sedemikian rupa agar pembaca dapat menangkap dengan baik bahasa tulis tersebut.
Dalam berbahasa Indonesia, kita sudah mengenal ragam lisan dan ragam tulis, ragam baku dan ragam tidak baku. Oleh sebab itu, muncul ragam baku tulis dan ragam baku lisan. Ragam baku tulis adalah ragam yang dipakai dengan resmi dalam buku-buku pelajaran atau buku-buku ilmiah lainnya (Jamilah, 2017). Pemerintah sekarang mendahulukan ragam baku tulis secara nasional. Usaha itu dilakukan dengan menerbitkan masalah ejaan bahasa Indonesia, yang tercantum dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Dalam masalah ragam baku lisan, ukuran dan nilai ragam baku lisan ini bergantung pada besar atau kecilnya ragam daerah yang terdengar dalam ucapan. Seseorang dikatakan berbahasa lisan yang baku kalau dalam pembicaraannya tidak terlalu menonjol pengaruh logat atau dialek daerahnya.
Variasi bahasa didefinisikan sebagai wujud perubahan atau perbedaan dari berbagai manifestasi kebahasaan tetapi tidak bertentangan dengan kaidah kebahasaan (Nuryani et al., 2021). Hal tersebut dapat diartikan ketika dalam komunikasi penutur menggunakan variasi bahasa yang beragam maka tidak dikategorikan sebagai kesalahan maupun melanggar kadiah kebahasaan yang berlaku. Ragam bahasa tersebut digunakan untuk membangun komunikasi dan interaksi supaya berjalan dengan baik. Penggunaannya melihat konteks dan situasi yang melatarbelakanginya.
Aspek kebahasaan ini menjadi sarana utama dalam penyusunan buku teks. Dengan bahasa, penulis sebagai penutur bahasa berusaha menyampaikan materi pembelajaran. Materi pembelajaran yang diperoleh melalui buku teks atau buku pelajaran menjadi sumber belajar yang memuat nilai-nilai kesantunan berbahasa baik secara eksplisit maupun implisit. Mengingat buku teks sering digunakan guru dan peserta didik sebagai referensi utama dalam pembelajaran, maka buku teks dapat menjadi role model bagi peserta didik. Buku teks atau buku pelajaran yang disediakan sekolah biasanya disalurkan oleh pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan buku teks yang beredar di pasar bisa menjadi pilihan guru sebagai referensi dalam mengembangkan materi. Oleh karena itu, penyusunan buku teks perlu memperhatikan pematuhan terhadap prinsip-prinsip kesantunan berbahasa (Muslihah & Febrianto, 2017).
 
Daftar Pustaka
Jamilah, J. (2017). Penggunaan bahasa baku dalam karya ilmiah mahasiswa. Tarbiyah: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 6(2).
Muslihah, N. N., & Febrianto, R. (2017). Pematuhan dan penyimpangan prinsip kesantunan berbahasa dalam wacana buku teks bahasa indonesia. Jurnal KIBASP (Kajian Bahasa, Sastra dan Pengajaran), 1(1), 99-118.
Nuryani, Siti Isnaniah, dan I. E. (2021). Sosiolinguistik dalam Pengajaran Bahasa Berbasis Multikultural. In Media.
Rizqina, A. A., Saddhono, K., & Suhita, R. (2023). Analisis Ragam Bahasa Guru dan Siswa dalam Interaksi Kelas di SDN 1 Kabunderan. Research in Education and Technology (REGY), 1(2), 125-131.
Rusli, N. F. M. (2022). Hubung kait antara kesalahan ejaan murid dengan ragam bahasa dalam ujaran guru. e-Jurnal Bahasa dan Linguistik (e-JBL), 4(1), 58-74.

 
Biografi Penulis
 
Rifasya Indana Zulfa lahir di Jawa Barat kab. Bekasi pada tanggal 14 Agustus 2006 anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan bapak Ridwan dan inu Endah Fajarwati. Penulis berjebangsaan Indonesia dan beragama Islam. Kini penulis bertenpat tinggal di Kp. Gandaria RT.03 RW.06. Desa Cibarusah Kota, Kec. Cibarusah, Kab. Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Rifasya menyelesaikan pendidikan dasar di SDIT Al-Kamimiliyyah lulusan tahun 2018, Mts YPPA Cipulus lulus tahun 2021, MA YPPA Cipulus lulus pada tahun 2024. Setelah itu penulis melanjutkan sekolah ke jenjang tinggi di Universitas Pelita Bangsa Cikarang Selatan pada program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Motto hidup yang ia miliki yaitu "Learn to accept and be grateful. Remember that happiness and sadness are balanced".
 
Salsa Bina Pramiswari lahir di bekasi kab. Bekasi pada tanggal 26 Juni 2005 anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan bapak Dasum Dani Bu Eni setiani . Penulis berjebangsaan Indonesia dan beragama Islam. Kini penulis bertenpat tinggal di Perumahan permata Cikarang timur Blok M1 No 11 Rt 02 Rw 12 Jl Cristal 02 Kec . Cikarang timur  Kab. Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Salsa bina  menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Zatireja 03 lulusan tahun 2017, SMK Negri 01 Cikarang Utara lulus pada tahun 2023. Setelah itu penulis melanjutkan sekolah ke jenjang tinggi di Universitas Pelita Bangsa Cikarang Selatan pada program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Motto hidup yang ia miliki yaitu "Stay true to yourself".
3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline