Lihat ke Halaman Asli

Firmansyah Arowana

Aparatur Sipil Negara

Stimulus Nasi Bungkus Jumatan

Diperbarui: 7 Desember 2019   21:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nasi bungkus pada salah satu masjid di yogyakarta, sumber firmansyah arowana

Untuk kalangan muslim yang berdomisili di daerah jogja, sleman dan sekitarnya mungkin sudah tidak terlalu asing pada saat hari jum'at ketika mau melaksanakan ibadah jum'atan seringkali di masjid-masjid disediakan tumpukan nasi bungkus dan air mineral hasil sumbangan pihak pengurus masjid ataupun masyarakat yang diperuntukkan bagi jamaah setelah selesai mengerjakan sholat jum'at.

Bahkan pada salah satu masjid besar di daerah perumnas seturan yang disediakan bukan lagi sebatas nasi bungkus tapi sudah makanan-makanan kelas menengah bagi golongan tertentu seperti soto, bakso, nasi uduk, nasi kuning, dan nasi goreng lengkap dengan minuman seperti kopi, teh panas, dan teh es beserta buah-buahan.

Implikasinya sangat terlihat sekali dimana masjid-masjid yang menyediakan makanan dan minuman gratis tersebut tidak pernah sepi jamaah pada saat jum'atan hampir selalu penuh sesak seperti hari raya. 

Hasil obrolan singkat dengan beberapa jamaah tersebut mereka mengatakan bahwa pada saat mau jum'atan harus secepatnya datang kalau tidak sulit untuk mendapatkan tempat.

Selain itu walaupun sudah mendapatkan tempat terkadang mereka juga sering merasa was-was jika harus duduk jauh dari meja makanan dan minuman.

Hasil pengamatan juga terlihat gejala-gejala dari para jamaah pada saat sesudah salam dimana mata dan telinga mereka sontak menjadi tajam, krasak-krusuk tidak jelas, asal ada saja yang memulai berdiri maka semua akan ikut berdiri dan bisa diketahui cerita selanjutnya terjadi antrian masal di depan meja makanan dan minuman.

Sebab bagi mereka dengan adanya penyediaan makanan dan minuman gratis tersebut dapat sedikit mengskip biaya makan siang, namun ada juga sebagian jamaah yang ikutan mengantri hanya untuk mencari keberkahan dari makanan dan minuman yang telah disediakan tersebut.

Keberadaan nasi bungkus tersebut dinilai seperti pisau bermata dua jika ditinjau dari aspek tujuan ibadah. Di satu sisi terlihat dapat meningkatkan partisipasi jum'atan bagi muslim di area masjid-masjid tersebut dan sekitarnya, sedangkan di sisi yang lain dapat membuat pencabangan niat para jamaah untuk pergi ke masjid sebab ada tujuan lain selain melaksanakan ibadah jum'atan yakni biar mendapat nasi bungkus serta dapat menganggu kekhusyuk ibadah mereka.

Menanggapi fenomena tersebut hal ini jika dikaitkan dengan pentingnya motivasi di dalam mengubah perilaku orang dewasa tidaklah sama seperti mengubah perilaku anak-anak, ibarat pepatah "mengubah ketika dewasa bagaikan mengukir diatas air", artinya perlu usaha yang lebih dalam melakukan perubahan perilaku orang dewasa yang sejatinya lebih sulit dibentuk daripada anak-anak.

Maslow mengatakan sesungguhnya manusia itu harus dipenuhi dulu kebutuhan dasarnya (salah satunya perut) sebelum kita sibuk mengajari bagaimana caranya disiplin (tidak langsung jumper level). 

Pembelajaran di level orang dewasa tidak hanya cukup dengan retorika materi saja, perlu adanya stimulus penguat pada tataran praktisnya berupa pujian, story success, dan wujud materi kongkritnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline