Lihat ke Halaman Asli

IMAM SYAFII

Ketua Umum Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I)

Pelaut Pulang Tidak Digaji, Malah Dituntut Ganti Rugi oleh Perusahaan

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Jakarta, Mediasi antara TKI Pelaut dengan PT. Lakemba Perkasa Bahari (LPB) selaku Perusahaan Pengirim, di gelar di Ruang Mediasi Crisis Center Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) tidak menemukan titik penyelesaian. para TKI Pelaut sudah bekerja selama 11 bulan namun tidak mendapatkan haknya dengan sesuai, ketika mereka pulang justru mereka dituntut oleh pihak Perusahaan untuk membayar ganti rugi tiket kepulangan mereka sebesar U$D 1.600 perorang, (13/5/15).

Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri (SPILN) menganggap, pihak perusahaan sudah merugikan pihak TKI Pelaut selaku korban. pasalnya, kelima korban tersebut dipekerjakan selama kurang lebih 11 bulan di perairan Fiji, Negara kepulauan di Samudera Pasifik. mereka bekerja dengan jam yang tidak  teratur. " Lebih dari 18 jam perharinya Kami dipekerjakan diatas Kapal untuk  memancing ikan Tuna "Ujar Rudi Hartono salah satu korban.

Lanjut Hartono, dalam Perjanjian Kerja Laut (PKL) tertulis, Gaji perbulan U$D 300 dengan rincian,  U$D 50 perbulan dibayarkan diatas kapal ketika kapal sandar, U$D 150 dibayarkan transfer melalui rekening PT. LPB yang kemudian Dikirim ke rekening keluarga di Indonesia (Delegasi) dan U$D 100 disimpan di kantor PT. LPB dan bisa diambil pada saat sudah menyelesaikan kontrak kerja (finnish contract) selama 2 (dua) tahun sesuai dengan PKL. Namun pada faktanya, kami tidak menerima gaji yang dijanjikan diatas kapal ketika kami sandar. itulah yang menyebkan kami minta pulang.

"Bagaimana kami mau bertahan selama 2 tahun, jika setiap kami sandar kami tidak dibayar gaji yang dijanjikan. lebih baik kami minta pulang saja karena tidak Sesuai dengan isi dari PKL "Tegas Harmoko, Korban lainnya mengungkapkan.

Harmoko menambahkan, dirinya, Rudi Hartono dan Irwan Muksin bekerja di kapal Chang Ying 368 berbendera taiwan Serta Kiswan dan Wagiman dipekerjakan di kapal Chang Ying 168 yang berbobot 280 Gross Tonnage (GT). kami berlima berangkat pada tanggal 9 April 2014 dan pulang pada tanggal 11 Maret 2015.

Ketua SPILN Imam Ghozali SH menyatakan, Perusahaan yang melakukan usaha tidak pada peruntukkannya, apabila tidak  mempunyai Surat Ijin Penempatan TKI (SIPPTKI) dari Menteri, maka terindikasi melakukan pelanggaran. Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN) menyebutkan, "Pelaksana Penempatan TKI Swasta yang akan melakukan perekrutan wajib memiliki Surat Izin Perusahaan (SIP) dari Menteri" Ujar imam.

Selain ITU, Perusahaan Pengirim TKI Pelaut juga harus memiliki Surat Izin Usaha Penempatan dan Perekrutan Awak Kapal (SIUPPAK) Yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Dirjen Hubla) Kementrian Perhubungan Sesuai dengan standar internasional. Perusahaan yang bergerak dibidang perekrutan dan penempatan Pelaut harus memiliki managemen mutu.

Dari hasil mediasi di BNP2TKI, SPILN berencana mendatangi Kementrian Ketenagakerjaan (Kemnaker) untuk mempertanyakan Izin dari PT. LPB apakah memiliki SIPPTKI dari Menaker dan kemudian ke Kementrian Perhubungan (Kemenhub) untuk  mengecek dokumen Buku Pelaut milik para Korban apakah asli atau tidak terdaftar. jika ternyata PT. LPP tidak melakukan usahanya dengan Sesuai aturan perundang-undangan, maka SPILN akan mengambil langkah hukum sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku untuk menyelesaikan perkara tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline