Lihat ke Halaman Asli

IMAM SYAFII

Ketua Umum Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I)

Di Luar Negeri, Selain Paspor KTP Lebih Unggul Dibanding KTKLN

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Jakarta, Serikat Pekerja Indonesia Luar Negeri (SPILN) menghimbau kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam hal pengawasan dan perlindungan terhadap para pekerja laut atau pelaut Indonesia di luar negeri yang mana pemerintah selaku pemain utama dalam menjalankan tugas melindungi segenap warga negara indonesia baik di dalam negeri maupun yang di luar negeri, (9/5/15).

Melihat banyaknya permasalahan yang dialami oleh tenaga kerja pelaut di luar negeri khususnya sektor perikanan diantaranya; Perbudakan, PHK Sepihak, Penelantaran, sulitnya akses komunikasi, jam kerja yang tidak teratur, sistem penggajian yang tidak tepat waktu, kondisi kerja yang minim keselamatan, bonus jabatan yang tidak jelas tertera di perjanjian kerja laut (PKL), masa sandar yang tidak jelas dan kebebasan keluar dari area pelabuhan ketika sandar serta tidak di terimanya Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) di level internasional.

Untuk diketahui, seringkali paspor dan buku pelaut/seaman book ditahan oleh kapten kapal sebagai jaminan agar para Anak Buah Kapal (ABK) tidak kabur/melarikan diri saat kapal sandar. namun, hal tersebut secara tidak langsung membuat para ABK kesulitan pada saat mereka berada di darat tidak bisa leluasa untuk keluar wilayah pelabuhan karena takut ditahan oleh pihak imigrasi atau polisi di negara penempatan. dengan dimilikinya KTKLN oleh para ABK, mereka berharap kartu tersebut dapat menggantikan peran dari kedua dokumen tertahan tersebut (paspor dan buku pelaut). sehingga, ketika para pelaut/ABK yang sedang di darat bisa keluar kemana saja mereka suka dan jika tertangkap oleh petugas imigrasi atau polisi cukup menunjukkan kartu tersebut. tetapi pada prakteknya kartu tersebut tidak berlaku dan tidak diakui secara internasional.

"Jangankan untuk meyakinkan pihak polisi atau imigrasi di negara penempatan, untuk meyakinkan penjual kartu perdana seluler saja tidak bisa. bahkan ketika saya menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP) saya malah boleh membeli kartu perdana ponsel dan akhirnya saya bisa menghubungi keluarga di Indonesia" Ujar Rai Ahmad Salimi DPC SPILN Cirebon.

Salimi mengatakan, Cirebon adalah salah satu kota/kabupaten di jawa barat yang cukup banyak warganya mengadu nasib sebagai ABK di luar negeri. Ia berharap akan ada perubahan perbaikan sistem, baik pengawasan maupun perlindungan dan kemudahan serta kemurahan dalam hal kepengurusan sertifikasi profesi pelaut oleh kementrian terkait. selain itu lanjut Salimi, semoga regulasi perlindungan pelaut segera dibentuk dan pemerintah melakukan pengetatan perijinan perusahaan pengirim ABK.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline