Matematika adalah bahasa bilangan yang mewakili rangkaian perhitungan dari pernyataan-pernyataan yang disampaikan. Simbol-simbol dalam matematika adalah "buatan" yang memiliki arti hanya ketika mereka telah diberi arti untuk membantu dalam kegiatan perhitungan dan pengukuran. Tanpa arti yang jelas, matematika hanyalah sekumpulan rumus-rumus mati. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa matematika adalah bahasa yang mencoba menghilangkan sifat ambigu, majemuk dan emosional dari bahasa verbal.
Simbol-simbol dalam matematika adalah konvensi yang bersifat "dibuat (artificial)" dan individual khusus untuk masalah yang dipelajari. Sebuah objek yang diteliti dapat dilambangkan dengan apapun sesuai dengan konvensi.
Misalnya, jika kita ingin mengetahui kecepatan seorang pelari jarak pendek, objek "kecepatan berlari seorang pelari dalam waktu tertentu" dapat dilambangkan dengan "K".
Dalam hal ini, "K" hanya memiliki satu arti, yaitu "kecepatan berlari seorang pelari dalam waktu tertentu", dan tidak didefinisikan memiliki arti lain. Waktu yang dihabiskan pelari mencapai garis finish menggunakan simbol "W". Sementara simbol "J" digunakan untuk jarak yang ditempuh dari garis start ke garis finish, maka, rumus yang digunakan untuk mengetahui kecepatan pelari tersebut adalah "jarak yang ditempuh sama dengan waktu yang digunakan dikalikan dengan kecepatan" dengan simbol "J = K x W".
Pernyataan matematis harus bersifat jelas, spesifik dan informatif tanpa nada emosional. Matematika memiliki keunggulan lain dibandingkan bahasa verbal. Matematika mengembangkan bahasa numerik (menggunakan simbol numerik) yang memungkinkan kita melakukan pengukuran kuantitatif.
Dengan bahasa verbal, jika kita ingin membandingkan dua objek yang berbeda seperti kucing dan harimau, Anda dapat mengatakan bahwa harimau lebih besar dari kucing. Jika kita ingin meneliti lebih jauh seberapa besar harimau dibandingkan dengan kucing, Maka kita akan kesulitan mengungkapkan hubungan ini.
Bahasa verbal hanya dapat mengungkapkan pernyataan yang bersifat kualitatif. Kita dapat mengetahui bahwa logam memuai jika dipanaskan. Tapi pemahaman kita hanya berakhir di sana. Kita tidak bisa mengungkapkan secara tepat seberapa besar logam itu memuai.
Untuk mengatasi masalah ini, maka konsep pengukuran dalam matematika-pun muncul. Dalam melakukan pengukuran, matematika menggunakan satuan pengukuran standar yang umum ditetapkan dan diterapkan. Dan untuk mengetahui banyaknya satuan ukur suatu benda yang diukur, matematika menggunakan lambang bilangan untuk membuat penomoran benda yang diukur berdasarkan satuan ukuran yang digunakan. Simbol angka dapat menggunakan rangkaian simbol angka yang terdiri dari angka-angka adalah sebagai berikut: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0. Jika kita menggunakan angka yang terdiri dari angka-angka ini, kita dapat mengetahui persis berapa ukuran sepotong logam dan berapa ukurannya bertambah ketika logam memuai.
Dengan mengetahui hal itu, pernyataan ilmiah yang berupa pernyataan kualitatif semacam "Sebuah batang logam memanjang ketika dipanaskan" bisa diganti dengan pernyataan matematika kuantitatif yang lebih akurat (terukur), misalnya "Sebuah batang logam panjang 10 meter dengan suhu 300 °C jika dipanaskan sampai suhu 1000 °C, akan memanjang 1 sentimeter menjadi 11 meter lebih 1 sentimeter". Dan di samping itu, kemungkinan pemanjangan dengan setiap pemanasan dapat dipertimbangkan dengan kenaikan suhu 10 °C.
Sifat kuantitatif matematika meningkatkan daya prediksi dan kontrol Sains. Sains memberikan jawaban akurat yang membuat pemecahan masalah bisa terukur dengan lebih tepat dan akurat. Maka matematika memungkinkan sains untuk maju dari tahap kualitatif ke tahap kuantitatif. Perkembangan ini penting jika kita menginginkan prediksi dan pilihan kontrol yang lebih tepat dan akurat dari sains.
Maka matematika bisa dikatakan sebagai sarana penalaran deduktif. Penalaran deduktif artinya "proses penarikan kesimpulan dengan berdasarkan pada premis-premis yang sudah ditetapkan kebenarannya". Misalnya, untuk menghitung jumlah sudut dalam sebuah segitiga, kita mengasumsikan bahwa jika ada dua garis yang sejajar, sudut diantara dua buah garis yang sejajar dan garis ketiga yang memotongnya adalah sama. Premis yang kedua yaitu bahwa besaran sudut yang dibentuk oleh sebuah garis adalah 180°.