Lihat ke Halaman Asli

rudin

Tertarik pada seni dan sastra

Maut dan Peluru

Diperbarui: 15 Maret 2017   19:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Maut dan peluru
tak pernah berhenti saat sudah melesat
pelatuk yang bicara tanpa kompromi
menembus kepala, mengoyak daging di dada
maut tlah tiba

Maut dan peluru tiada kenal usia
terus melaju tiada henti mendapat nyawa  
tapi maut yang belum berjabat terus berdo'a "ajal jangan dulu tiba". 

maut dan peluru terus berlomba mendapat tempat
Nyalakan hasrat membara
Menanti rintih, menanti desah
ribuan nyawa terrenggut; persatu tanpa kata
Hanya mati terus ada 

Peluru yang melaju terus memaksa karna maut yang belum tentu peduli
saling berkejaran menanti kehendak Nya
hanya satu dalam waktu menghitung
waktu tuk berhenti atau detak jantung harus mati

Peluru melaju dengan panas dan ganas menandai datangnya ajal
peluru yang tiada mendapati kehendaknya
tiada usai terus membuntuti luka
di hari-hari yang penuh dengan kelaparan memaksa mati untuk tiba

Maut dan peluru tumbuh dalam ingatan
tanpa pernah terhapus dan terus meninggalkan jejak luka
Manusia menuliskan sendiri sejarahnya
tentang kekelaman, tentang kebiadaban genosida di Gaza.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline