Lihat ke Halaman Asli

Lili Furqonati

Mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Perlunya Edukasi Seks Secara Komprehensif bagi Remaja

Diperbarui: 28 Maret 2024   20:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat Indonesia menganggap edukasi seksual masih tabu untuk dibahas oleh sebagian masyarakat. Padahal edukasi seksual
memegang peranan penting dalam pembangunan karakter remaja. Fakta yang memperkuat argumentasi yaitu edukasi seksual membantu mencegah terjadinya pelecehan seksual. Pelecehan seksual dapat dicegah jika ada pemahaman mengenai edukasi seksual baik bagi korban maupun pelaku. Angka kekerasan seksual di Indonesia tergolong tinggi, melihat survei dari United Nations Population Fund (UNFPA) dengan Komnas Perempuan pada tahun 2021, 91,6% pernah mengalami, mendengar, atau melihat secara langsung minimal 1 jenis kekerasan seksual. Jika pelaku mendapatkan edukasi mengenai bahaya tentang seks bebas dan jika korban mendapat pengetahuan tentang batasan organ intim yang tidak boleh disentuh oleh sembarang orang, maka kemungkinan kekerasan seksual dapat diminimalkan. Edukasi seksual juga dapat mencegah terjadinya kelainan seksual dan penyimpangan pada remaja. Jika kelainan seksual dan penyimpangan, maka karakter yang menjadi budaya dan ciri khas bangsa akan tetap terjaga. 

Edukasi seksual termasuk upaya promotif yang dapat dilakukan. Telah terjadi penurunan informasi mengenai pendidikan seksual pada anak-anak dan remaja yang bersumber dari sektor formal dan keluarga pada rentang waktu 2006-2013. Hal tersebut membuktikan kurangnya pendidikan seksual pada remaja, maka dari itu pendidikan seksual harus ditingkatkan secara sistematis. Diperlukan kurikulum baru dalam memberikan edukasi seksual pada program pelayanan kesehatan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Santelli et al., pada tahun 2017 menunjukkan bahwa abstinence-only education atau pendidikan seksual (sex education) yang secara eksklusif mengajarkan remaja untuk tidak melakukan hubungan seksual sampai menikah tidak berhasil dalam menurunkan angka penularan penyakit menular seksual dan angka kehamilan pada remaja. Mereka masih merasa ingin tahu tentang seks, akibatnya mereka terdorong melakukan hubungan seksual yang tidak aman dibandingkan dengan remaja yang mendapatkan pendidikan seksual yang komprehensif. Materi pendidikan seksual dan reproduksi harus disusun secara menarik agar mudah diterima.

Comprehensive sexuality education atau CSE merupakan pendidikan seksual yang mengajarkan aspek kognitif, emosional, fisik, dan sosial dari seksualitas. Pendidikan ini bertujuan mendidik anak-anak dan remaja dengan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang membuat anak-anak dan remaja sadar akan kesehatan, kesejahteraan, dan harga diri; melakukan hubungan sosial dan seksual secara hormat; dampak pada diri dan orang lain dari pilihan-pilihan mereka, serta memahami dan meyakinkan perlindungan akan hak asasi mereka. Remaja yang memperoleh pendidikan seksualitas komprehensif dapat mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab tentang seksualitasnya sendiri dan apabila memutuskan untuk melakukan hubungan seksual cenderung menggunakan proteksi dan memeriksakan kesehatan seksualnya secara rutin.

Pemberi informasi pada pendidikan seksual secara CSE dapat menjadi sosok yang terpercaya dan mudah didekati dalam memberikan pengetahuan mengenai pendidikan seksual kepada remaja. Perspektif yang menakutkan justru akan membuat remaja menjadi takut terhadap informasi yang diberikan, dan justru remaja akan berusaha mendapatkan informasi dari sumber-sumber yang kurang baik seperti ponografi. Pemberi informasi akan menjadi sosok teman yang mengeksplorasi nilai-nilai dan pengetahuan tentang seksualitas, sehingga dapat tercipta generasi muda Indonesia yang sehat, cerdas, dan juga bertanggung jawab. Comprehensive Sexuality Education menekankan pentingnya menempatkan consent dan etika berhubungan dengan orang lain sebagai landasan kurikulumnya. Program pendidikan seks dapat meningkatkan pengetahuan remaja, mengubah sikap terhadap seks sebelum menikah, dan mengurangi keinginan untuk terlibat dalam seks sebelum menikah. Hal ini dapat menjadi faktor pencegah kasus pernikahan anak akibat kehamilan di luar pernikahan karena hubungan seks bebas dan mencegah terjadinya pelecehan seksual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline