Sejak pertama kali ditemukan, surat kabar mengambil peranannya sendiri dalam peradaban manusia, apalagi ketika surat kabar dicetak untuk pertama kali oleh Johann Carolus.
Ketika Johann Carolus keluar dari pekerjaannya sebagai staf sebuah penerbitan buku. Dengan modal yang dimilikinya dan kerja sama dengan beberapa kenalannya, dia mendirikan sebuah perusahan percetakan.
Melalui perusahaan tersebut, dia mencetak tulisan-tulisannya sendiri yang kebanyakan bertajuk warta kota. Pada 1605 , lahirlah Koran Relation yang ditulis dalam bahasa Jerman di Kota Strasbourg.
Koran Relation pun mendapat pengakuan dari Asosiasi Koran Dunia sebagai koran pertama di dunia. Berperan sebagai pelopor media jurnalisme.
Di awal kehadirannya, yaitu pada masa penjajahan, surat kabar kurang memainkan peranan penting bagi masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan surat kabar yang beredar saat itu sifatnya privat. Pemilik, redaktur, hingga pembaca merupakan orang-orang Eropa, khususnya Belanda.
Surat kabar yang pertama kali hadir di Indonesia bernama Bataviasche Nouvelles pada 7 Agustus 1844. Koran tersebut lahir di era VOC pada masa kepemimpinan Gubernur Jenderal Van Imhoft.
Koran mingguan tersebut berisi kapal dagang VOC, mutasi pejabat berita perkawinan, kelahiran, dan kematian, juga beberapa iklan. Namun keberadaan Bataviasche Nouvelles ini tidak berlangsung lama, sebab Direktur VOC yang berjumlah 17 orang itu, membredelnya. Mereka khawatirr kehadiran Bataviasche Nouvelles akan dimanfaatkan oleh pesaing VOC untuk mengambil untung.
Surat kabar pertama pun hilang, diganti dengan yang baru bernama Verdu Niews atau surat lelang. Surat kabar tersebut hadir ketika VOC tak lagi berkuasa dan memberikan wilayah-willayah jajahannya di Nusantara kepada Pemerintah Belanda.
Verdu Niews berganti nama menjadi Bataviasche Koloniale Courant pada masa pemerintahan Herman Willem Daendels. Koran tersebut betujuan untuk memperkuat pengaruh pemerintah kolonial pada masyarakat pribumi.