Lihat ke Halaman Asli

Friska Gori

Mahasiswa Ilmu Politik

Pendidikan Tanpa Batas: Mewujudkan Kesempatan Setara di Era Globalisasi

Diperbarui: 5 November 2024   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendidikan, menurut Ki Hajar Dewantara, adalah usaha untuk mengembangkan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pemikiran, serta fisik anak (Faaizah, 2023). Definisi ini tetap relevan dalam konteks pendidikan masa kini, yang tidak hanya memandang pendidikan sebagai transfer ilmu semata tetapi juga sebagai alat untuk membentuk karakter yang kuat dan kompetensi yang diperlukan dalam menghadapi dunia yang semakin kompleks. Di era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan teknologi yang pesat, pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam mempersiapkan individu menghadapi tantangan yang tidak hanya bersifat lokal tetapi juga global.

Pendidikan tanpa batas adalah konsep yang mengusung prinsip pemberian kesempatan yang sama kepada setiap individu, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau geografis (Tambatua, 2024). Konsep ini menekankan bahwa setiap orang, tanpa terkecuali, harus memiliki akses yang setara terhadap pendidikan berkualitas. Dalam praktiknya, hal ini berarti bahwa pendidikan harus dapat diakses oleh semua kalangan, dari berbagai daerah, latar belakang sosial, dan ekonomi, serta tanpa adanya diskriminasi gender atau faktor lainnya yang dapat menghalangi akses terhadap pendidikan.

Globalisasi dan kemajuan teknologi memaksa semua orang untuk melihat pendidikan dari perspektif yang lebih luas. Pendidikan tidak hanya melibatkan penguasaan teori dan konsep, tetapi juga penyiapan individu untuk dapat beradaptasi dan bersaing dalam pasar global yang dinamis. Kompetensi yang diperlukan tidak hanya mencakup keterampilan teknis, tetapi juga kemampuan untuk berkomunikasi, berpikir kritis, dan berinovasi. Oleh karena itu, pendidikan harus mampu menjawab kebutuhan keterampilan dan pengetah uan yang relevan dengan tuntutan zaman.

Data dari (Badan Pusat Statistik, 2020) menunjukkan bahwa rasio guru terhadap siswa di tingkat Sekolah Dasar masih berada pada angka 1:28, jauh dari rasio ideal yang diharapkan yaitu 1:15. Kondisi ini menunjukkan adanya kekurangan signifikan dalam jumlah tenaga pendidik yang dapat memengaruhi kualitas pendidikan yang diterima siswa. Selain itu, kondisi infrastruktur sekolah di berbagai daerah juga sangat tidak merata. Sekolah-sekolah di lokasi terpencil dan miskin sering kali mengalami kekurangan fasilitas, tenaga pengajar berkualitas, serta sumber daya pendidikan yang memadai. Akibatnya, memengaruhi hasil belajar siswa dan membatasi kesempatan untuk memperoleh masa depan yang lebih baik. Perbedaan akses ini mencerminkan ketimpangan yang signifikan antara daerah perkotaan dan pedesaan, yang menghambat pencapaian pendidikan tanpa batas.

Lebih lanjut, ketimpangan ini juga tercermin dalam perbedaan akses pendidikan antara perempuan dan laki-laki. Penulis mengamati bahwa banyak perempuan di daerahnya tidak dapat melanjutkan pendidikan setelah tamat SMA karena kendala ekonomi atau izin orang tua yang terpengaruh oleh stereotipe gender. Banyak perempuan di daerah penulis terpaksa menikah muda karena tekanan ekonomi dan norma sosial yang menilai bahwa perempuan tidak perlu mengejar pendidikan tinggi, sementara laki-laki sering mendapat dukungan penuh dari orang tua untuk melanjutkan pendidikan, kebanyakan di daerah terpencil masih terjadi seperti demikian.

Dukungan terhadap hak perempuan menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih adil dan kesempatan yang merata. Pendidikan tinggi sangat penting untuk perempuan, tidak hanya sebagai jembatan mengejar mimpi tetapi juga untuk menyejahterakan kehidupan dan memberikan banyak pilihan dalam menjalani hidup. Perempuan memainkan peran besar dalam membentuk generasi masa depan, sehingga memastikan akses pendidikan yang setara bagi perempuan adalah langkah penting. Penulis percaya bahwa pemuda dapat menjadi agen perubahan positif untuk nilai-nilai keadilan dan mendukung lingkungan yang mendukung pertumbuhan pendidikan dan kemajuan bersama.

Untuk mengatasi masalah ketimpangan pendidikan ini, solusi yang diusulkan melibatkan berbagai pihak. Pendidikan yang baik harus melibatkan siswa, guru, dan orang tua. Guru perlu mengadaptasi metode pengajaran sesuai kebutuhan dan potensi individu siswa. Orang tua juga harus memberikan dukungan penuh dalam proses belajar anak. Pentingnya peran pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan kualitas pendidikan juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Pemerintah perlu merancang kebijakan yang mendukung pengembangan sistem pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan. Masyarakat juga berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang mendukung proses belajar, baik melalui dukungan langsung kepada lembaga pendidikan maupun melalui upaya untuk mengurangi ketimpangan akses dan terlibat aktif dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan tanpa membedakan gender dalam menyenyam pendidikan. Kerjasama antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat menjadi kunci dalam mewujudkan visi pendidikan tanpa batas, sehingga generasi mendatang dapat menjadi lebih cerdas, kompetitif, dan siap menghadapi berbagai tantangan, menuju "Generasi Emas Indonesia."

Indonesia telah mengalami perkembangan signifikan dalam pendidikan digital, dengan meningkatnya akses internet. Namun, masih banyak daerah pedalaman yang belum memiliki akses internet yang stabil. Upaya keras diperlukan untuk meningkatkan akses di daerah tersebut melalui pengembangan infrastruktur yang lebih baik, seperti akses internet dan program literasi digital, terutama bagi daerah terpencil. Selain itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kualitas guru dan tenaga pengajar. Guru-guru harus dilengkapi dengan kemampuan teknologi yang lebih baik dan relevan dengan bidangnya. Kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan juga harus ditingkatkan untuk mendukung upaya tersebut.

Proses belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi motivasi, kesehatan fisik dan mental, kecerdasan, minat dan bakat, gaya belajar, serta kemampuan mengelola waktu. Di sisi lain, faktor eksternal mencakup lingkungan keluarga, kualitas lingkungan sekolah, interaksi dengan teman sebaya, metode pengajaran yang digunakan oleh guru, kondisi sosial dan ekonomi keluarga, serta akses terhadap media dan teknologi. Semua faktor ini saling berinteraksi dan memengaruhi efektivitas proses belajar siswa secara keseluruhan (Purbowati, 2023).

Untuk mencapai pendidikan tanpa batas dan kesempatan setara, langkah-langkah konkret dan kerjasama antara semua pihak yang terlibat sangat diperlukan. Meningkatkan kualitas pendidikan, memperbaiki infrastruktur, menyeimbangkan akses antara daerah dan gender, serta memperluas penggunaan teknologi adalah kunci untuk mewujudkan visi pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan upaya bersama, setiap individu dapat dipastikan memiliki kesempatan untuk mencapai potensi penuh dan berkontribusi secara positif pada masyarakat global yang semakin terhubung. Dalam semangat kata-kata Bung Karno, "Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia," penulis terinspirasi untuk menjadi bagian dari perubahan tersebut.

Daftar Rujukan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline