Ketidaksetaraan ekonomi kian menjadi tantangan besar yang dihadapi masyarakat global. Di Indonesia, ketidaksetaraan ekonomi tercermin dari penerapan kebijakan pajak yang kurang tepat sasaran sehingga justru memperburuk keadaan ekonomi di berbagai lapisan masyarakat. Kebijakan pajak yang tidak tepat sasaran ini memicu semakin dalamnya jurang ketidaksetaraan ekonomi dan menimbulkan dampak yang sangat signifikan bagi negara.
Sistem pajak yang memberlakukan tarif pajak rendah untuk pekerja berpenghasilan tinggi dapat menyebabkan kesenjangan ekonomi yang semakin menjadi. Orang dengan penghasilan rendah biasanya dikenai tarif pajak yang sama atau bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan orang dengan penghasilan tinggi. Orang-orang kaya dan perusahaan besar dapat mempertahankan dan meningkatkan kekayaan mereka, sementara orang-orang berpenghasilan rendah terus berjuang untuk hanya sekadar memenuhi kebutuhan dasarnya.
Ketidaksetaraan juga muncul dalam pungutan pajak yang kurang merata di berbagai sektor ekonomi. Beberapa sektor mungkin mendapat keringanan pajak atau pengenaan tarif pajak yang lebih rendah, sementara sektor lain atau individu dengan pendapatan rendah dikenai beban pajak yang relatif lebih tinggi. Kurangnya penegakan hukum terhadap penghindaran pajak dapat memberikan keuntungan kepada orang kaya dan perusahaan besar yang mampu memanfaatkan celah dalam sistem pajak. Sementara itu, orang dengan penghasilan rendah tidak memiliki akses atau pengetahuan yang cukup untuk melakukan praktik penghindaran pajak, sehingga timbul ketimpangan yang semakin parah.
Pajak properti yang tidak merata juga menjadi masalah. Properti mewah sering kali dikenai pajak yang lebih rendah atau bahkan dikecualikan dari pajak. Sementara properti yang dimiliki oleh orang dengan pendapatan rendah tidak mendapat perlakuan serupa. Hal ini dapat meningkatkan ketidaksetaraan ekonomi karena individu dan usaha kecil tidak dapat menikmati insentif serupa sehingga tercipta ketidakpuasan sosial dan ketegangan di masyarakat. Tentu hal ini dapat memperluas ketidakstabilan politik dan sosial, mengganggu pertumbuhan ekonomi serta pembangunan negara.
Seorang tokoh sejarah pemikir ekonomi, Karl Marx, menyumbang pemikiran tentang ketidaksetaraan ekonomi dan peran kebijakan pajak. Marx mengidentifikasi ketidaksetaraan ekonomi sebagai salah satu karakteristik utama sistem kapitalis, di mana buruh (pekerja) menghasilkan nilai tambah melalui kerja keras mereka, tetapi nilai ini dimonopoli oleh pemilik modal (kapitalis) yang memiliki sarana produksi. Marx mendukung sistem pajak progresif di mana tarif pajak meningkat seiring dengan tingkat pendapatan. Pajak lebih tinggi seharusnya dikenakan pada individu atau perusahaan dengan pendapatan yang semakin tinggi. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi ketidaksetaraan ekonomi dengan memastikan bahwa mereka yang memiliki lebih banyak kekayaan dapat memberikan kontribusi lebih besar kepada masyarakat kecil.
Di Indonesia, kebijakan pajak yang tidak tepat sasaran dapat menjadi solusi mencapai pembangunan ekonomi yang inklusif. Adanya ketidaksetaraan ekonomi yang tinggi dapat menciptakan ketidakstabilan sosial politik, menghambat pembangunan infrastruktur, dan mengurangi daya saing ekonomi Indonesia di pasar global. Oleh karena itu, untuk mengurangi ketidaksetaraan ekonomi melalui kebijakan pajak, diperlukan reformasi pajak yang adil dan transparan. Pemerintah perlu mempertimbangkan tinjauan tarif pajak yang adil untuk memastikan bahwa masyarakat berpenghasilan tinggi beroleh beban pajak yang sesuai guna memberikan kontribusi ekonomi, juga melindungi individu dan usaha kecil dari beban pajak yang berlebihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H