Lihat ke Halaman Asli

FRISCA NATHASYA

mahasiswa FKM UIN-SU

Bahaya Kurang Tidur

Diperbarui: 1 September 2020   14:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Bagi sebagian orang, begadang di malam hari menjadi hal yang biasa. Ini karena tak sedikit profesi yang menuntut jam kerja fleksibel maupun shift malam. Selain itu, ada pula yang begadang untuk mengerjakan tugas atau hanya sekadar bermain game online. Namun, jika keesokan paginya kamu harus beraktivitas, jam tidur pun jadi terpangkas. Jika hal ini kerap dilakukan, bisa berpengaruh pada kesehatan.

Tak hanya untuk kesehatan fisik, tidur juga berkontribusi besar terhadap kesehatan mental. Salah satu syarat untuk mendapatkan tidur yang berkualitas ialah mendapati durasi tidur malam yang cukup. Menurut lembaga Sleep Council, remaja berusia 12 hingga 18 tahun membutuhkan durasi tidur malam sebanyak 8 hingga 9 jam. Sedangkan dewasa usia 18 hingga 65 tahun, perlu mendapatkan tidur malam selama 7 hingga 9 jam.

Untuk mencari tahu sebesar apa dampak kecukupan tidur terhadap kesehatan mental, para peneliti dari University of California, Berkeley, baru-baru ini melakukan studi yang melibatkan 330 orang berusia 18 hingga 50 tahun.Selama masa studi, peneliti melakukan pemeriksaan MRI dan polysomnography atau tes kesehatan untuk mendiagnosis gangguan tidur pada tiap peserta.

Tujuan dari pemeriksaan itu adalah untuk mengukur gelombang otak ketika mereka menonton video klip yang emosial. Aktivitas tersebut dilakukan dua kali, yaitu setelah peserta mendapatkan waktu tidur yang cukup dan setelah peserta mengalami kurang tidur.

Tak hanya pemeriksaan, usai menonton, para peserta juga diminta mengisi kuesioner untuk mengukur tingkat stres yang sedang dialami.

Hasilnya, studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature Human Behavior ini menemukan, kurang tidur berkontribusi dalam meningkatkan kecemasan yang menjadi salah satu gejala stres.

Kondisi itu terjadi karena kurang tidur dapat menutup area abu-abu pada otak yang disebut dengan medial prefrontal cortex (mPFC). Area tersebut memiliki fungsi untuk mengatur dan menekan rasa cemas.Kurang tidur membuat mPFC tidak berfungsi seperti biasa.

Sementara itu, pusat emosi yang lebih dalam justru menjadi terlalu aktif, sehingga memicu kecemasan yang tinggi yang akhirnya meningkatkan stres hingga sepertiga atau sekitar 33 persen.

Hasil dari studi ini diperkuat oleh sebuah studi online yang mengukur durasi tidur dan tingkat kecemasan pada 280 orang muda berusia setengah baya. Studi tersebut dilakukan selama empat hari. Studi menemukan bahwa waktu tidur memiliki pengaruh terhadap peningkatan stres emosional hingga 30 persen.
Profesor Matthew Walker, penulis senior studi mengatakan, "Tanpa tidur, otak seolah-olah terlalu cepat untuk menciptakan pikiran atau perilaku emosional, tanpa rem yang cukup."

Dr Eti Ben Simon dari Centre for Human Sleep Science menambahkan, penelitian-penelitian tersebut membuktikan bahwa kurang tidur dapat meningkatkan perasaan cemas dan stres. Sebaliknya, tidur yang cukup dan nyenyak justru dapat mengurangi stres.
Orang dengan gangguan cemas kerap mengalami gangguan tidur, tetapi rekomendasi untuk mendapatkan tidur yang cukup jarang dijadikan sebagai solusi medis," papar Simon.

Selain meningkatkan stres, sebuah studi dari Pennsylvania State College of Medicine mendapati, tidur malam kurang dari 6 jam dapat meningkatkan risiko kematian dini pada penderita penyakit kronis seperti penyakit jantung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline