Lihat ke Halaman Asli

Frisca Gita

Bidan di RS swasta

Wanita dan Anak Jangan Dikerasin

Diperbarui: 4 Januari 2017   15:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Frisca G.D Sinaga

Saat ini banyak sekali kejadian kekerasan yang terjadi pada wanita dan anak. Kekerasan adalah tindakan kekerasan secara fisik, seksual, penganiayaan emosional, atau pengabaian terhadap anak (Wikipedia). Jumlah kekerasan pun meningkat tiap tahunnya. Komisi Nasional Perempuan mencatat sebanyak 321.752 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi ditahun 2015, sekitar 881 kasus setiap hari dan angka ini meningkat 9% dari tahun 2014. Sedangkan KPAI mencatat terdapat 1.698 pengaduan kekerasan terhadap anak pada tahun 2015, dengan 53% di antaranya adalah kasus kekerasan seksual.  Sisanya, yakni sebanyak 40,7%  adalah penelantaran, penganiayaan, eksploitasi untuk seksual, dan bentuk kekerasan lainnya.

Ada dua faktor orang melakukan kekerasan. Faktor internal (yang terjadi dari dalam) dan faktor eksternal (yang terjadi dari luar). Banyak sekali hal-hal yang mempengaruhi faktor tersebut. Seperti kecemburuan, ekonomi, kesenjangan, diskriminasi, lingkungan sekitar, dan lain-lain.

Menurut saya sebagai kepala keluarga, kekerasan yang terjadi terhadap Istri dan anak itu faktor utamanya karena tingkat kebutuhan yang semakin bertambah, sedang pemasukan yang segitu-segitu aja. Jadi menurut saya solusinya adalah meningkatkan ide atau kreatifitas sedini mungkin. Agar kita tidak mudah stress dalam menghadapi persoalan, sehingga tidak melampiaskan amarah terhadap Istri maupun anak.” Ungkap Pak Nengah salah satu security di Rumah Sakit swasta.

Kekerasan merupakan suatu kebiasaan yang terjadi disekitar kita. Mulai dari bayi baru lahir, meskipun terlihat belum bisa berkata,  namun ia melihat dan mendengar. Ia dapat  merekam kejadian bahkan peristiwa yang dialami sejak  kecil. Beranjak menjadi dewasa, ia melihat ayahnya yang membentak ibunya. Ia melihat kakaknya dilecehkan oleh temannya. Bahkan ia mengalami sendiri tindakan kekerasan secara verbal maupun non verbal. Kejadian tersebut merupakan alasan bahwa suatu saat nanti dia melakukan tindakan yang sama karena berbagai alasan. Maka yang terbaik adalah, semua orang memiliki peran penting dalam bertindak dan berperilaku sebagaimana mestinya. Ia harus tau hal-hal apa saja yang menjadi pemicu kekerasan, dan harus segera disikapi. Menumbuhkan mental yang baik tidak harus dengan kekerasan.” Pendapat Hari Sibuea.

Contoh kasus belakangan yang terjadi :

  • Sepanjang tahun 2016, telah terjadi 83 kasus kekerasan terhadap jurnalis,” kata Direktur Eksekutif LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Pers Nawawi Bahrudin di Jakarta, Rabu (28/12/2016). Kasus kekerasan tersebut meliputi kekerasan fisik dan non fisik, seperti pelarangan liputan atau pengusiran, penganiayaan, dan ancamanan atau teror terhadap jurnalis.  Sumber : kupang.tribunnews.com
  • Seorang tukang ojek, Turo alias Bowo mencabuli anak dibawah umur, MDL (11). Bowo mencabuli korban sebanyak tiga kali. Rabu (8/6/2016) Sumber : megapolitan.kompas.com
  • Kisah meninggalnya Yn, siswi SMP di Bengkulu, ini memang tragis. Korban ditemukan tewas didalam jurang. Kondisi jenazah korban pun dalam keadaan membusuk. Yn ditemukan dalam keadaan nyaris tanpa busana dengan kaki dan tangan terikat. Senin (30/5/2016) Sumber : nasional.kompas.com

Miris sekali memang melihat kasus kekerasan yang banyak terjadi. Bayangkan saja jika kasus tersebut ada pada kita, atau bahkan keluarga kita. Untuk itu meninjau dari berbagai kasus kekerasan yang terjadi pada wanita dan anak, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) pada tahun 2016 memiliki program unggulan yang diberi nama Three Ends yang berisi :

  • End Violence Against Women and Children (akhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak)
  • End Human Trafficking (akhiri perdagangan manusia)
  • End Barriers To Economic Justice (akhiri kesenjangan ekonomi)

KPPA memiliki program yang sangat baik untuk mengurangi tindakan kekerasan. Lalu, siapa saja yang bertugas menjalankan program 3 ends? Kita semua berperan penting. Mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak, mengakhiri perdagangan manusia, dan mengakhiri kesenjangan ekonomi. Ratna Susianawati, SH, MH, selaku Kepala Biro Hukum dan Humas KPPPA menjelaskan dalam menyusun program kerja, kementrian melibatkan masyarakat supaya program tersebut tepat sasaran. Perempuan juga punya andil dalam suksesnya pembangunan bangsa.

Kita sudah melihat banyaknya kasus kekerasan yang terjadi pada  wanita dan anak. Perlindungan terhadap wanita dan anak bukan hanya tugas para pemerintahan. Dimulai dari lingkungan keluarga, semua anggota wajib untuk menjaga kerukunan. Dalam mendidik anak, tidak harus dengan cara kekerasan. Anak diajarkan sopan santun terhadap semua orang. Norma-norma yang dijalankan harus tetap pada faedahnya. Jika keluarga memiliki jalinan kasih, maka akan memancarkan hal-hal yang baik terhadap lingkungan. Sehingga dapat mengurangi pemicu kekerasan.

Sudah semestinya kita semua memayungi wanita dan anak. Menghargai wanita bukan tentang seberapa waktu yang telah kamu berikan untuknya. Melainkan tentang, seberapa banyak kamu telah membuatnya tersenyum. Dikutip dalam buku “Menuju Baik Itu Baik” karya Panji Ramdana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline