Lihat ke Halaman Asli

Seminar dan Diskusi Panel Badan Keahlian DPR RI bersama IP3I Bahas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Diperbarui: 31 Juli 2024   11:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewan Muda Magang DPR RI (Dok. Pribadi)

Jakarta, 29 Juli 2023 - Badan Keahlian DPR RI menyelenggarakan seminar dan diskusi panel dengan tema “Pembentukan Peraturan Perundang-undangan: Evaluasi dan Tantangan Kedepan”, bekerja sama dengan Ikatan Perancang Peraturan Perundang-undangan Indonesia (IP3I). Diisi oleh enam narasumber yaitu Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum., Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum., Rina Widiyani Wahyuningdyah, Bivitri Susanti, S.H., LL.M., Mardisontori, S.Ag., LL.M., dan Cahyani Suryandari, D.H., M.H., dan dimoderatori oleh Dr. Wiwin Sri Rahyani, S.H., M.H. 

Dalam seminar tersebut, Asep Nana Mulyana menyoroti dampak buruk dari banyaknya lembaga yang berwenang dalam pembentukan peraturan perundang-undangan (PUU) di Indonesia. Hal ini menyebabkan regulasi tidak berkualitas, ego sektoral, biaya negara yang meningkat, hambatan investasi, dan birokrasi tidak efisien. Ia mengusulkan penataan komprehensif melalui pembentukan pusat legislasi nasional.

Rina Widiyani membahas pentingnya digitalisasi dalam pembentukan PUU, dengan menekankan bahwa peraturan elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan manual. Digitalisasi melibatkan pelaksanaan dan tanda tangan elektronik, serta penggunaan AI yang mendukung, seperti aplikasi "law analyzer" di Kementerian Keuangan.

Selanjutnya, Bivitri Susanti menekankan pentingnya partisipasi substantif dalam legislasi sebagai bentuk demokrasi Pancasila yang deliberatif, bukan hanya prosedural. Partisipasi harus melibatkan transparansi proses, ketersediaan dokumen, inklusi, dan waktu yang cukup.

Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum. mengevaluasi metode omnibus law, termasuk pasal 97A UU No. 13 Tahun 2022. Ia menjelaskan bahwa metode omnibus di Indonesia hanyalah metode, bukan bentuk peraturan perundang-undangan. Metode ini tidak mengubah sistem pembentukan UU di Indonesia, termasuk persyaratan pembentukan UU baru atau perubahan sesuai UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Dilanjutkan oleh Mardisontori yang membahas pengaturan RUU carry over, menjelaskan perkembangan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Catatan penting dalam RUU carry over terletak pada kesepakatan antara DPR, Presiden, dan/atau DPD untuk melakukan carry over terhadap RUU yang sudah dibahas di periode sebelumnya.

Cahyani Suryandari, pada akhir sesi penyampaian materi, menekankan peran pejabat fungsional perancang peraturan perundang-undangan dalam memahami kebutuhan hukum dan politis di Indonesia.

By: Dewan Muda Magang DPR RI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline