Oleh:Drs. Suyadi HS, MH.
Pendahuluan
Apabila mengutip dari www. bi.go.id, bahwa tujuan pokok kebijakan makroprudensial oleh BI untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik, mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas serta meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan, dengan kata lain untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Bahwa dalam UU No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di sebutkan pada pokoknya, Bank Indonesia memiliki mandat makroprudensial, yang terdiri dari dua bagian yaitu: Mandat Pengaturan dan Mandat Pengawasan. Mengenei Mandat Pengaturan pada intinya berfokus terhadap design dan implementasi dari instrumen makroprudensial, yakni antara lain (i) LTV pada properti dan otomotif; (ii) LDR-RR; (iii) pengaturan pembatasan eksposur valas bank (Net Open Position, NOP); (iv) Countercyclical Capital Buffer; (v) Capital Surcharge, dan lain-lainnya. Sedangkan Mandat Pengawasan antara lain termasuk off-site dan on-site supervision terutama untuk bank-bank yang termasuk dalam D-SIBs serta bank-bank lain dalam kaitannya dengan pelaksanaan mandat makroprudensial BI.
Kemudian dari sumber yang sama, berdasarkan PBI No. 16/11/PBI/2014 tentang Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial tanggal 1 Juli 2014, Pengaturan dan Pengawasan Makroprudensial sebagai berikut:
- Mencegah dan mengurangi risiko sistemik.
- Mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas.
- Meningkatkan efisiensi sistem keuangan dan akses keuangan.
Mengenei Konsep Mikroprudensial : Mikroprudensial lebih mengarah kepada analisis perkembangan individu lembaga keuangan. Sedangkan Makroprudensial: Makroprudensial lebih mengarah kepada analisis sistem keuangan secara keseluruhan sebagai kumpulan dari individu lembaga keuangan.
Keunggulan Ekonomi Syari'ah
Meskipun pandemi Covid-19 kini belum selesei, Pemerintah mulai memberlakukan kebijakan new normal. Karena factor ekonomi sangat penting, Salah satu yang terdampak dalam pandemi Covid-19 adalah ekonomi yang berdasarkan syariah. Sehingga dimungkinkan menjadikan banyak perusahaan yang bermitra dengan kegiatan ekonomi syariah mengalami masalah finansial.
Secara historis, kegiatan ekonomi syariah muncul dari permintaan masyarakat muslim. sehingga ekonomi syariah dapat berkembang secara natural di Indonesia. Sehingga, muncul banyak optimisme untuk menjaga eksistensi perekonomian yang berdasarkan syariah di masa new normal ini.
Hingga detik ini pandemic corona belum hilang dari bumi yang berdasarkan Pancasila, sehingga sangat bepengaruh terhadap pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Di ngara kita yang sangat majemuk ini, ada dua bidang perekonomian, yaitu sector ekonomi konvensional dan sector ekonomi syari'ah. Masyarakat Indonesia, baik muslim maupun non muslim sudah mulai banyak yang mengenal terhadap "Ekonomi Syariah" yang terdiri dari 11 poin yakni sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 pada huruf I adalah sebagai berikut: bahwa yang dimaksud dengan "Ekonomi Syari'ah" adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi:
a. bank syari'ah;