Kepolisian termasuk ke dalam anggota penegak hukum yang bertanggung jawab atas penegakan hukum di Indonesia. Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tujuan dari kepolisian adalah untuk meuwujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya kententraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Dalam mewujudkan keamanan yang dicita-citakan, pihak kepolisian memiliki wewenang untuk menerima laporan dan/atau aduan tindakan kriminal dari masyarakat. Salah satu bentuk kejahatan kriminal yang sering terjadi adalah kejahatan dalam bentuk kekerasan, yaitu penganiayaan. Seperti halnya kasus penganiayaan yang terjadi pada bulan Agustus 2023, Pelapor berinisial UW mendatangi Polsek Sumbersari untuk membuat laporan terkait dengan dirinya yang menjadi korban penganiayaan oleh Terlapor berinisial EC.
Adapun rangkaian perkaranya, bermula pada hari Kamis tanggal 10 Agustus 2023 sekira pukul 19.30 Wib, tepatnya di Jl. Ahmad Yani Kab. Jember. Terlapor EC merasa emosi terhadap Pelapor/Korban UW dikarenakan pada saat itu Pelapor/Korban sedang bertengkar adu mulut dengan Saksi SS dengan suara yang keras, sehingga mengganggu anak Terlapor EC yang masih belita yang pada saat itu sedang tidur.
Kemudian Terlapor EC langsung keluar dari rumahnya dan mengambil sapu bergagang kayu yang ada di depan rumahnya dan langsung memukul kepala Pelapor/Korban UW dengan keras hingga gagang sapu yang terbuat dari kayu tersebut patah. Tindakan dari Terlapor EC tersebut mengakibatkan luka bengkak pada kepala bagian Pelapor/Korban UW kurang lebih 0,5 cm sesuai dengan hasil Visum Et Repertum.
Penyidik polri terkadang mengalami hambatan pada proses penyelidikan dalam menentukan suatu perkara yang ditanganinya tersebut termasuk ke dalam suatu perbuatan pidana atau bukan, serta pasal-pasal yang tepat untuk dipersangakakan kepada tersangka, serta dalam menentukan saksi, penetapan tersangka dan barang bukti.
Dalam mengatasi permasalahan tersebut, kepolisian dapat melaksanakan gelar perkara sebelum ditingkatan ke penyidikan. Gelar perkara berguna untuk memecahkan masalah atau hambatan penyidikan, dan untuk meminimalisir tindakan yang bertentangan dengan hukum, serta penyalahgunaan kewenangan (abuse of power) oleh penyidik.
Gelar perkara/Aanwijzing adalah sebuah forum berdiskusi dan penjelasan dari para pihak yang dilakukan oleh penyidik dalam menangani suatu perkara sebelum diajukan ke jaksa penuntut umum. Menurut Pasal 1 Ayat (17) Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pengawasan Penyidikan Tindak Pidana, gelar perkara adalah kegiatan penyampaian tentang proses atau hasil penyelidikan dan penyidikan oleh penyidik kepada peserta gelar dalam bentuk diskusi kelompok untuk mendapatkan tanggapan atau koreksi dalam rangka menghasilkan rekomendasi untuk menentukan tindak lanjut proses penyidikan. Sedangkan berdasarkan Peraturan Kepolisian Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, gelar perkara merupakan salah satu rangkaian kegiatan dari penyidikan, lebih tepatnya tertuang dalam Pasal 15 huruf e. Adapun tujuan dari Gelar Perkara yaitu:
1. Untuk mencegah terjadinya pra peradilan;
2. Untuk memantapkan penetapan unsurunsur pasal yang dituduhkan;
3. Sebagai wadah komunikasi antar penegak hukum; dan
4. Untuk mencapai efisiensi dan penuntasan dalam penanganan perkara.