Penyelenggaraan pemilihan umum pada Pemilu 2024 dilaksanakan dengan banyak tantangan. Alasannya jadwal pemungutan suara Pemilihan Umum 2024 akan dilaksanakan pada dua sesi dalam tahun yang sama.
Sesi pertama akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota sementara untuk sesi berikutnya akan dilaksanakan pada 27 November 2024 untuk memilih kepala daerah yiatu gubernur, bupati, dan walikota.
Artinya dengan padatnya jadwal pemilihan tersebut potensi persoalan yang dihadapi penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait kesiapan pelaksanaan pendaftaran kandidat, verifikasi syarat pencalonan, pemeriksaan kesehatan bakal calon dan penetapan pasangan calon yang disahkan menjadi kontestan Pemilu 2024 menjadi fokus utama penyelenggara pemilu.
Alasannya selain pelaksanaan yang pasti menyita banyak waktu serta fokus, dinamika yang terjadi dalam proses tahapan awal dimulai dengan hingga penetapan calon, sengketa penetapan calon hingga penetapan menjadi prioritas utama.
Hamdan Zoelfa (2015) menyebutkan pelaksanaan pemilu serentak 2024 harus menyediakan perangkat aturan yang tegas sebagai payung hukum pelaksanaannya, mekansime dan prosedur yang rinci serta sanksi dan penegakan hukum yang baik (aspek normatif), juga secara bersamaan perlu kesiapan dan kesadaran politik yang baik dari masyarakat pemilih.
Aspek ini menjadi sangat penting dipenuhi agar tujuan pilkada mencapai sasaran yang diidealkan. Selain itu, untuk menjamin terwujudnya Pemilukada yang benar-benar sesuai dengan kaidah demokrasi, pelaksanaannya harus dilakukan dengan sistem yang baik terkait electoral regulation, electoral process, dan electoral law enforcement.
Electoral regulation adalah segala ketentuan atau aturan mengenai Pemilukada yang berlaku, bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon, dan pemilih dalam menunaikan peran dan fungsi masing-masing.
Kemudian, Electoral process adalah seluruh kegiatan yang terkait langsung dengan pelaksanaan pemilukada merujuk pada ketentuan perundang-undangan baik yang bersifat legal maupun bersifat teknikal. Sementara, Electoral law enforcement merupakan penegakan hukum terhadap aturan-aturan pemilukada baik politis, administrasi dan pidana (Zoelfa, 2013).
Adapun Asas putusan pengadilan memiliki kekuatan mengikat bagi semua pihak Menurut Suparto Wijoyo (2005), asas erga omnes adalah: Nalar adanya konsekuensi (karakteristik) ini ialah, sengketa TUN (administrasi) adalah sengketa hukum publik (hukum administrasi). Putusan hakim Peradilan Administrasi merupakan putusan hukum publik (mempunyai karakter hukum publik). Dengan demikian, putusan hakim Peradilan Administrasi berlaku bagi siapa saja, tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa semata (Wijoyo, 2005).
Jimly Asshiddiqie (2009) menekankan pentingnya efektifitas penyelesaian sengketa hasil pilkada juga dianalisis dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pertama, aspek kepentingan hukum (PTUN/M) sebagai sebuah peradilan konstitusi yang memiliki fungsi utama sebagai "the guardian of the Constitution" dengan mekanisme undang-undang. Kedua, aspek kesempatan warga negara dan badan hukum (para pihak dalam sengketa hasil pemilukada) dalam mengakses pengadilan (Asshiddiqie, 2009)