Lihat ke Halaman Asli

"Ucok" Berdamai dengan Dirinya

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kepada Yth : Bapak Kadis Pendidikan - Daerah Sulteng.

Saya selaku perwakilan dari seluruhsiswa-siswa kota Palu, tepatnya SMPN 2 Palu ingin mennyampaikan pendapat tentang fasilitas sekolah didaerah terpencil kota Palu.

Alhamdulillah sekolah kami SMPN2 Palu mempunyai fasilitas yang cukup memadai, tentu semua ini karena karena Bapak dan Ibu, namun masih banyak sekolah-sekolah lain yang fasilitasnya jauh dari cukup, Saya harap bapak & Ibu mau melakukan pemerataan penyediaan fasilitas khusnya sekolah-sekolah di daerah terpencil agar mereka juga dapat merakasakan fasilitas yang layak.

“RA “ SMPN2 Palu.

Ini merupakan salah satu surat anak yang ditujukan kepada pemerintah (Kadis Pendidikan Provinsi Sulteng) beberapa waktu lalu, ketika diselenggarakan perayaan Hari Anak Nasional di kota Palu.

Di balik banyaknya permasalahan social anakdi Kota Palu dan beberapa kota lainnya di Indonesia yang kendati pun, anak-anak bermasalah hakikatnya juga sebagai korban kqrena ia sebenarnya mereka belum sempurnaperkembangan fisik, psikis dan sosialnya , namun dalam hal ini yang mau di-share adalah bahwa ditengah bergulirnya wacana “pendidikankarakter dan budaya bangsa” pada kenyataannyabanyak anak Indonesia juga yang peduli dengan permasalahan social yang ada di lingkunagan anak, peduli sesama dan temannya. Dan hal-hal ini seharusnya perlu diapresiasi dan diberi ruang, sehingga rasa kepedulian sosial anak-anak semakin ter-asah dan tajam.

Beberapa waktu lalu, kami juga dibagi cerita sederhana oleh seorang kepala Sekolah SD , tentang anak muridnya bernama “Ucok”, setelah dia menjadi anak yatim, neneknya memindahkan “Ucok” untuk sekolah di salah satu SD di daerah Pamona Utara, dia masih kelas 2 SD,mungkin karena banyak jam-jam sekolahnya terganggu dan harus menyesuaikan dengan lingkungan sekolah yang baru akhirnya tim guru dan kepala sekolah memutuskan “Ucok” tidak naik kelas. Cerita ini tidak sampai disini, karena ternyata ketika Ucok mengikuti “sekolah minggu” di tempat ibadahnya , dia mendengarbahwa temannya“Keni” memberikan ke Gereja “persembahan ucapan syukur”karena naik kelas.

Setelah mengikuti rangkaian ibadah itu “Ucok”bercerita dan menyampaikan niatnya kepada sang nenek “ Nek…., berikan jo uang ucapan syukur dari Ucok ke Gereja, karena Ucok tidak naik kelas, nggak apa-apa itu”Neneknya bingung, karena bagaiaman mungkin memberikan ucapan syukur “karena Ucok tidak naik kelas” lalubeberapa waktu kemudian sang nenek menjumpai kelapa sekolah dimana sekarang “Ucok” bersekolah.

Nenek tanya kepada ibu Kepala Sekolah, pelajaran apa yang kalian berikan sekarang untuk anak-anak kami di Sekolah ? Dan Ibu Kepsek bercerita bahwa sekarang focus pembelajaran disekolah yang dia pimpin bukan hanya kemampuan “kognitif” dari anak-nak namun saat ini sekolahnya juga mengajarkan tentang “Harmoni Diri, Harmoni Sesama dan Harmoni Alam” mungkin nilai-nilai itu yang sudah mulai muncul. Jadi berikan setujui saja apa permintaan “Ucok” dengan catatan “Ucok sehat-sehat saja”

Bagi saya inilah cerita-cerita kecil yang sebenarnya merupakan“most significant story” dan mungkin masih banyak cerita lain tentangsikap anak yang perlu diapresiasi tanpa menyampingkan pencapaian –pencapain yang sdh dicapai anak dalamilmu pengetahauan lainnya.

Tentunyakita bolehsepakatbahwaseorang pribadi anak adalahberharga , perlu mendapat perhatiandan diperlukan kerjasama semua pihakbaik orangtua, masyarakat, pemerintah, para tokoh agama, tokoh masyarakat, pekerja sosial dan lingkungan yang paling luar sekalipun dalam ekologi anak misalnya media untukberperan demihidup yang utuh sepenuhnya bagi anak.

Berdasarkan data masihterdapat 10 juta anak Indonesia yang tidak memperolehpendidikan yang memadai, formal maupun non formal, sehingga besarnya angka anak-anak jalanan dan pekerja anak-anak yang mengais rejeki karena kemiskinan dan ketidakcukupan alokasi budget Negara memenuhi kebutuhanhak-hak dasar anak menjadi permakluman yang sebenarnya tidak dapat dipermaklumkan. Realitas tersebut menukjukkankegagalan pemerintah mengambil langkah-langkah yang efektif untuk mencegah dan melindungi anak-anak dari child abuse, eksploitasi dan diskriminasi, dan pemenuhan hak-hak anak.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline