MERETAS ANOMIANISME , MEMBANGUN NTT
(Oleh; Ferdianus Gato Ma -- Mahasiswa Fakultas Filsafat)
Sejak era kebangkitan nasional (1900-1942) hingga era kemerdekaan (1945-1975), Provinsi Nusa Tenggara Timur telah berkiprah dalam dunia perpolitikan yang ditandai dengan peralihan status kerajaan menjadi swapraja, yang terbagi dalam beberapa pulau di Nusa Tenggara dan kemudian mencapai suatu titik terang yakni pada tanggal 20 Desember 1958, saaat pulai Flores, Sumba, Timor dan pulau-pulau sekitarnya resmi menjadi satu dalam Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Dinakodai oleh tujuh orang pemimpin terhitung dari J. Lala Mentik (1960-1965), El Tari (1966-1978), Ben Mboi (1978-1988), Hendrik Fernandez (1988-1993), Herman Musakabe (1993-1998), Piet Alexander Tallo (1998-2008), hingga Frans Lebu Raya (2008-sekarang); menjadikan Provinsi Nusa Tenggara Timur masih berdiri kokoh di bagian Tenggara Republik Indonesia dengan 21 kabupaten dan 1 kota.
Namun sayang suatu realita yang tidak dapat disembunyikan bahwa perlahan semerbak harum cendana mulai hilang oleh kegusaran dan bau tidak sedap dari segalah bentuk kejahatan yang dari tahun ke tahun kian berkembang seirama dengan segalah bentuk perkembangan yang terjadi di provinsi ini.
Tercatat dalam catatan akhir tahun 2017 dijumpai begitu banyak peristiwa atau tindak kriminal yang menghiasi kolom-kolom berita di surat kabar maupun media pemberitaan lainnya, misalnya kasus human traffiking yang terhitung mencapai 137 kasus sejak Januari hingga Agustus 2017 (data diambil oleh Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3 TKI) provinsi NTT); penangkapan 4 orang pejabat koruptor di kebupaten Sabu Raijua yang menggelapkan dana hingga milyaran rupiah; tawuran antar mahasiswa dalam satu civitasakademik, pemerkosaan hingga aksi begal yang sementara menjadi hotnews di ibu kota provinsi akhir-akhir ini. Masih begitu banyak tindak kriminal yang menghiasi Provinsi Nusa Tenggara Timur dan menjadi pekerjaan rutin para pemerintah daerah berserta jajarannya. Lalu muncul pertanyaan apa yang menjadi penyebab dari segalah tindak kejahatan ini?
Renung Anomianisme
Salah satu akar persoalan yang seyogianya kita soroti bersama adalah sikap atau paham anomianisme yang sadar atau tidak telah kita tumbuh-kembangkan dalam segalah bentuk aspek kehidupan kita sehari-hari, mulai dari dalam pribadi kita masing-masing, dalam hidup keluarga, komunitas, maupun dalam kehidupan bersama kita di lingkungan dimana kita berada.
Paham ini tumbuh dan berkembang dari situasi yang oleh Emile Durkheim disebut anomia(ayang berarti 'tidak, bukan, tanpa'dan nomos yang berarti 'hukum'); yakni situasi hidup yang seolah-olah tidak ada hukum, atau ada tetapi tidak berfungsi. Situasi ini menggambarkan ketiadaan norma dalam masyarakat yang membimbing dan mengarahkan kehidupan bersama sehingga menciptakan keadaan tanpa pemerintahan, aturan, hukum dan menciptakan kekacauan sosial.\
Situasi ini kemudian melahirkan sikap anomis atau "anomianisme". Anomianisme sendiri merupakan suatu paham atau sikap pribadi dalam masyarakat/kelompok tertentu yang sekehendak pribadi menanggalkan norma yang berlaku dengan menciptakan suatu situasi seolah-olah tidak ada hukum atau melihat hukum seolah-olah tidak berfungsi sama sekali. Paham ini tidak terlepas dari keberadaan manusia sebagai suatu komunitas duniawi (civitas terrena). Dalam semua tingkat kebersamaan dalam hidup tersebut perihal terpenting yang semestinya harus diperjuangkan adalah suatu dunia yang teratur (kosmos).
Namun tidak demikian dengan realita yang terjadi, yang tersaji dalam keseharian hidup kita di NTT ini ialah situasi khaosdimana segalah bentuk tindak kriminal mengejawantahkan dunia yang kacau balau dan tidak teratur. Berbagai jenis dan bentuk kejahatan ternyata telah diadopsi habis-habisan oleh masyarakat NTT sehingga tidak jarang model tindakan kejahatan di Jakarta juga dapat di jumpai di provinsi kita ini. Perihal demikian bukanlah opini atau stigmatisasi belaka, namun inilah fakta yang terkuak dan kita jumpai bahkan kita alami sebagai akibat merosotnya moral warga masyarakat kita dan tentunya juga pemerintah yang dininabobokan oleh kuasa dan kekayaan.