Lihat ke Halaman Asli

Frida Oktavia

Mahasiswi Keperawatan

Malaikat Tanpa Sayap, Penolong yang Tak Dianggap

Diperbarui: 21 Desember 2019   21:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"...Tingkat alkohol dalam darah mencapai 18 pada anak empat tahun yang tidak sadar dan diintubasi setelah mabuk karena menelan obat kumur dan membentur kepalanya. Wanita tua di ICU menandatangi DNR selagi anaknya menangis memohonnya untuk mempertimbangkan, mengetahui jika perawatan dihentikan ibunya akan mati. Anak di ICU pediatrik yang belum dikunjungi selama sebulan. 

Tidak bisa mendengar detak suara pada ibu hamil yang belum merasakan bayinya bergerak. Dari semua hal yang datang padamu ketika menjadi perawat. Aku berjanji kamu akan terbiasa dengan kotoran manusia." (sumber: https://wolipop.detik.com diakses 20 Desember 2019). 

Sepenggal tulisan diatas merupakan curahan hati seorang perawat di Covenant Health Care di Michigan, AS, bernama Andrea Pellerin. Tulisan tersebut dicurahkannya melalui media sosial sewaktu adanya pendapat bahwa kebanyakan anak mengganti cita-citanya saat usia dewasa untuk tidak menjadi perawat karena takut menghadapi darah dan jijik melayani orang sakit (Anjani, 2019).

Keperawatan merupakan suatu seni dan ilmu pengetahuan (Potter& Perry, 2017). Keperawatan bukan hanya sekumpulan keterampilan atau individu yang dilatih untuk melakukan tugas tertentu saja, seperti menghadapi darah dan melayani "jijik"-nya orang sakit, jauh dari pada itu, keperawatan merupakan sebuah profesi. 

Profesi keperawatan bukan hanya memiliki ilmu pengetahuan yang dipelajari melalui pendidikan berkesinambungan, tapi juga memilki nilai, etik, dan moral yang melandasi praktik keperawatannya. 

Penggalan curahan hati diatas, menggambarkan seberapa kompleks masalah yang dihadapi seorang perawat dalam menjalankan tanggung jawabnya. Masalah fisik, masalah psikis, dilema etik harus dihadapi menggunakan pengetahuan yang teruji sesuai dengan nilai, etik, dan moral dalam keperawatan. Tulisan ini akan menjabarkan perjalanan untuk menjadi seorang perawat yang berpengetahuan, beretik, dan bermoral.

Dalam melakukan tugas yang berhadapan langsung dengan manusia, seorang perawat dituntut memiliki pengetahuan yang aktual. American Nurses Association, tahun 1965 menerbitkan makalah mengenai pendidikan keperawatan yang bertujuan untuk memajukan ilmu pengetahuan dalam profesi ini (Potter& Perry, 2017). 

Di Indonesia sendiri, UU No. 38 tahun 2014 mengatur pendidikan perawat yang dapat ditempuh melalui tiga tingkatan, yakni: pendidikan vokasi (program D-III), pendidikan akademik (program sarjana, magister, dan doktor), dan pendidikan profesi (program profesi dan spesialis). 

Melalui pendidikan ini, calon perawat dipersiapkan menjadi seorang profesional dan diperkenalkan nilai, etika, dan moral dalam keperawatan yang berguna sebagai bekal perawat dalam berperilaku dan menghadapi berbagai masalah sewaktu melakukan praktik keperawatannya. 

Pendidikan bukan hanya menolong perawat dalam mendapatkan pengetahun yang berkaitan dengan profesinya tapi juga memicu perawat untuk mengubah stigma masyarakat yang menganggap perawat merupakan "pembantu" dokter menjadi seorang rekan kerja dokter. Melalui pendidikan, perawat memiliki landasan dan mengetahui fungsi independennya dalam melakukan asuhan keperawatan.

Pendidikan tinggi yang tidak mudah dan panjang bukan hanya satu-satunya aspek yang dituntut untuk dicapai agar sesorang bisa menjadi seorang perawat. Ada moralitas dan etika yang dituntut untuk dilakukan seorang perawat saat memberikan asuhan keperawatannya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline