Lihat ke Halaman Asli

Papandayan Trip, Part 1: Kesempatan

Diperbarui: 2 Februari 2016   16:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Welcome 2016,

 

Ini tulisan (*sekarang ketikan) saya perdana di Kompasiana pada tahun ini, setelah lama vakum karena satu dan dua hal, sampe 3 hal dan ber hal-hal.. Selama vakum begitu banyak cerita yang pengen di sampaikan ke publik, tapi apa daya, tingkat kemalasan sangat tinggi. Well, Izinkan saya berbagi kembali.

Akhir Januari tahun ini, saya berkesempatan untuk ikut dalam sebuah perjalanan wisata bersama teman teman sekerja di Gunung Papandayan.  Sudah lebih setahun dari episode "mlaku-mlaku men" ke Dieng, akhirnya jalan jalan lagi.. Pada dasarnya, saya bukanlah seorang yang suka berjerih lelah demi mendapatkan foto-foto keren yang bisa dinikmati sendiri maupun publik. Ah, masih banyak tempat laen yang lebih santai daripada sebuah gunung yang menjulang tinggi. Tidak kali ini, saya termakan iklan, baik itu dari kabar burung, maupun papan reklame google images, yang mengatakan bahwa Gunung Papandayan merupakan Gunung WISATA, bukan gunung-gunung sekelas Rinjani dan adik-adiknya. Gunung ini ga ada tantangannya bagi pendaki profesional, KATANYA.

Sempat ada keraguan untuk memastikan ikut dalam petualangan wisata kali ini. Pertama, adanya kerjaan di luar kota yang menguras waktu dan tenaga di hari keberangkatan, secara fisik saya merasa lelah. Kedua, banyak peralatan mendaki yang saya tidak punya, layaknya pendaki-pendaki keren itu, apalagi beberapa peralatan berasa mahal. Ketiga, restu! emang keliatannya sepele tapi tanpa restu dari keluarga kesayangan, apalah arti semua ini.

Namun, semua keraguan itu sirna. Pekerjaan saya akhirnya bisa selesai jauh lebih cepat, bahkan cukup waktu untuk mandi, walaupun fisik berasa capek, tapi saya yakin bisa melanjutkan perjalanan. kedua, peralatan mendaki tersedia secara gratis dari teman-teman yang bermurah hati meminjamkan beberapa benda, terima kasih buat kalian, Love you guys. apalagi katanya ini gunung wisata, ga perlu segitunya. KATANYA. Dan yang terpenting adalah restu, entah kenapa, saya kaget, istri saya mengizinkan dengan cepatnya, tanpa berpikir dua kali dan tanpa ragu. Ga ada alasan lagi buat ga berangkat, 100% yakin. Ini KESEMPATAN.

Kesempatan ini memang langka buat saya. Bukan hanya saya malas bepergian yang sekiranya merepotkan, melainkan juga tidak adanya pengalaman yang cukup, apalagi berat badan saya kurang ideal, ah, sudahlah!

Pada dasarnya saya lebih suka jalan jalan dengan motor tunggal, independent rider. Bebas kemana aja dan wc umum pun mudah dicari. Tapi, mendaki terlalu berat. Secara, di atas gunung sulit cari wc umum, setidaknya itu yang paling krusial. Rekan - rekan saya tentunya memberi ketenangan bahwa ini gunung wisata. Jarak ke wc umum 'hanya' dua jam perjalanan jalan kaki. Ah, masa cuma sehari aja ga bisa. Manusia rata rata sanggup menahan pup selama seminggu, GILAK, ini keren. Lagipula manusia cepat beradaptasi dengan lingkungannya. BAB di gunung bukanlah sesuatu yang mematikan, masih banyak tanah yang bisa digali. Kekuatiran saya sangat tidak beralasan, sayangnya, saya tidak mau ambil resiko. Paling tidak, saya sudah merencanakan kapan saya harus BAB. Tunggu sepertinya, paragaraf ini kurang berbobot.

Akhirnya, saya punya kesempatan untuk melihat kekerenan salah satu keindahan alam di bumi ini!

Perjalanan pun dimulai, semua sudah di siapkan. Total ada 21 muda mudi ditambah satu traveller mini. lebih dari 70% pendaki amatir. Titik kumpul di kantor, meeting point pertama di Exit Toll Pasteur, Bandung. Selamat menikmati perjalanan!

-bersambung-

(semoga saya konsisten tahun ini)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline