Lihat ke Halaman Asli

Yudel Neno

Penenun Huruf

Hari Makin Sore, Opa Alex Tahu Bahwa Kami Datang

Diperbarui: 7 September 2021   21:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi

Kami berjalan menyusuri jalan berbalutkan kekeringan sepanjang pinggiran jalan. Angin kencang meniup datang, seolah tengah mencari mangsa di siang hari.

Siang itu, sekembali dari mencicipi bakso, kami beriringan, hendak kembali ke pastoran. Sontak terhenti di persimpangan jalan, Pastor Kanis Oki, Deken Mena, Keuskupan Atambua, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur, mengajak kami mengunjungi seorang Opa yang sudah lama menderita sakit stroke dan koma. Nama Opa itu, Alexander Ais, berumur 80-an tahun. Ia ditemani oleh Sang Kekasihnya; seorang Oma, yang juga tak lagi cekatan dalam urusan orang sakit sekelas sakitnya Opa Alex.

Dokumen pribadi

Mereka tinggal di sebuah kampung kecil, namanya kampung baru, Desa Ponu, Kecamatan Biboki Anleu, Kabupaten TTU. Rumah mereka berdekatan dengan Puskesmas Ponu, Paroki Ponu dan Polsek Ponu. Saat itu memang hanya mereka dua sendiri. Tak ada yang lain. Si Oma yang lemah fisik itu, nampaknya sudah tak sanggup mengurusi sakit penyakit Opa Alex, dengan tuntutan begitu tinggi tiap saatnya.

Kami tiba di sana, disapa penuh ketulusan dan kesederhanaan. Oma tua itu, lekas sibuknya menyiapkan kursi, sambil tatapannya terarah kepada Opa Alex. Opa Alex, sesempit mungkin membuka matanya, sambil bertanya dengan suara tipis; siapa yang datang. Begitu ia tahu, bahwa ia dikunjungi oleh Pastor, sejenak diam, lalu meneteskan air mata bercampur gembira. Luar biasa. Kehadiran membawa sukacita.

Menatap Opa Alex dalam baring tak berdaya, sungguh siapapun dia, haru pasti muncul. Perjumpaan antara haru dan gembira menandakan, hidup perlu peduli, dan butuh saling melengkapi.

Opa Alex hanya kelemahan fisik, dan sungguh tak berdaya. Ia tahu kalau Pastor mengunjunginya, dan sementara bertatap muka dengannya. Tak jelas katanya apa, tetapi yang pasti, pesona matanya yang mulanya lunglai, perlahan bersinar. 

Tubuhnya yang kaku mulanya, mulai bersandar lentur di sebuah kursi tua, beralaskan bantal.

Dokpri

Hari makin sore, kami pamit pulang. Opa Alex tahu, kami datang, dan kini kami ingin pulang. Bibir kakunya, dengan perlahan meminta, kalau boleh, kepadanya diberikan sedekah, buat belikan kebutuhannya. 

Pastor Kanis, tahu itu. Ia telah menyiapkan itu sebelumnya. Dengan senyum khas, pada telapak tangan kanan Opa Alex, Pastor Kanis menyisipkan permintaan Opa Alex. 

Kepada Oma pun sama sikap itu. Luar biasa. Perhatian yang adil, diringi senyum yang tulus merupakan ekspresi iman yang paling tepat, tatkala setiap gembala berjumpa dengan domba-domba yang tak berdaya.

Bagi orang-orang sakit, kondisi mereka menggerakkan hati kita untuk sampai pada mereka, ada bersama mereka, dan sedapat mungkin memenuhi sebagian, walaupun kecil, dari apa yang mereka butuhkan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline