Lihat ke Halaman Asli

Yudel Neno

Penenun Huruf

Sebuah Refleksi Lepas Mengenang Hari Lahirnya Pancasila

Diperbarui: 1 Juni 2021   10:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.pribadi

Tulisan singkat ini terinspirasi dari bincang-bincang santai di saat mengenang Hari Lahirnya Pancasila 1 Juni 2021, hari ini.  Sama seperti para pendiri bangsa dan perumus sila-sila Pancasila bermenung, berdiskusi waktu itu dalam segala perbedaan, dan kemudian berhasil menjadi satu, serasa gaung roh tak terbatas itu menjadi penggerak saat ini, mempererat tali persatuan dari yang hulu hingga hili.

Tanggal I Juni kini telah menjadi tanggal 1 untuk seterusnya, kekal dan selama-lamanya. Selama hayat masih dikandung badan, tanggal 1 adalah satu cipta, satu rasa dan satu karsa. Satu, satu itu, tak pernah berdiri sendiri, melainkan saling bersinergik sama sisi dalam lima sila Pancasila. Atas dasar ini, lahirlah prinsip berjuang hingga titik darah penghabisan.

Dan memang, ketika dasarnya adalah satu cipta, satu rasa, satu karsa, perbedaan bukanlah penyebab konflik melainkan merupakan kekayaan yang tak kunjung padam, sebaigamana syarat utama bagi keindahan sebuah dekorasi adalah perbedaan warna.   

Ditetas oleh permenungan yang dalam di atas, beberapa poin di bawah ini, saya goreskan sebagai kenangan, disaat rahim pertiwi nusantara membuahkan Pancasila, sembari menaruh hati yang dalam pada perjuangan-perjuangan, kebesaran hati yang sama dipertaruhkan demi memajukan rai (tanah) Malaka tercinta dengan solusi pancasilais.  

Solusi pancasilais tumbuh dari rahim Pancasila. Dan karena Pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai hidup masyarakat, maka selama insan-insan Indonesia menari dalam dinamika, nilainya tak kenal usang, usianya tak kenal pupus.

Kepada setiap zaman yang hendak datang, Pancasila telah bersedia menjadi pedoman, fondasi, dan petunjuk. Kepada insan-insan visioner, Pancasila menjadi pandangan hidup yang menimbulkan daya tarik, ibarat seseorang ditarik kehendaknya menuju suatu pemandangan indah yang jauh dari depan matanya.

Datang dan lihatlah!!! Di bawah pohon sukun ini, kutetapkan syair-syair yang tak kenal lelah dan terus menari mengikuti daya lentur segala dinamika.

Jayalah Negriku!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline