Lihat ke Halaman Asli

Yudel Neno

Penenun Huruf

Kerohanian Bertumbuh dalam Keheningan dan Persekutuan

Diperbarui: 12 November 2019   12:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.pribadi

Salah satu ciri khas Gereja Katolik adalah Apostolik. Apostolik berarti diutus, maksud aslinya menunjuk pada ke-12 Rasul, utusan Yesus.

Sifat Apostolik juga menunjuk pada kegiatan para Rasul bersama dengan Yesus dan pasca Yesus wafat dan bangkit.

Gereja Katolik dalam zaman para Rasul pasca Yesus bangkit (baca: Gereja Perdana), menunjuk jelas pada iman akan kebangkitan Yesus Kristus.

Gereja Katolik berdiri di atas kebangkitan yang diwartakan dan diwariskan oleh para Rasul.

Dalam semangat kesinambungan dan keterikatan spiritual dan imaniah secara tak terpisahkan, kini pewartaan itu dilanjutkan oleh orang-orang yang terpilih secara khusus, yang disebut kaum hirarkis yakni Uskup, Imam dan Diakon.

Paus Fransiskus dalam Surat Apostolik Gaudete et Exultate, sembari meneladani kegembiraan Kristus untuk melayani dan berkorban, ia menandaskan bahwa kebajikan yang perlu ada dalam nubari para pewarta, di tengah zaman ini dijejali dengan berbagai kegembiraan dan sukacita semu ialah mereka perlu bergembira dan bersukacita dalam melayani sebagaimana Kristus sendiri bergembira dan bersukacita.

Apa yang ditandaskan oleh Paus, tentu bukanlah suatu kegembiraan psikologis semata, melainkan kegembiraan dihayati dan dilakukan sebagai daya dorong rohani sembari menghayati ajaran Kristus tentang bagaimana seharusnya manusia saling memperlakukan.

Dalam ret-ret hari kedua, yang dibimbing oleh Rm. Rosindus Tae, Pr, para Diakon Keuskupan Atambua, yang sedang mempersiapkan diri untuk ditahbiskan menjadi imam, Mena, 21 November 2019, para Diakon diarahkan untuk memahami betul, tentang posisi seorang imam di tengah perkembangan dunia ini.

Renungan yang disajikan oleh Rm. Rosindus, sungguh menggugah para Diakon, terutama karena apa yang dibeberkan oleh Rm. Rosindus sebagai pembimbing ret-ret sungguh menyentuh kenyataan zaman ini.

Poin-poin yang dikemukakan ialah tentang mentalitas materialistik, konsumtif dan egoistik.

Imamat yang suci itu, bukannya dilatriakan demi Kristus, malah dilatriakan pada hal dan perbuatan material serta konsumtif. Akhirnya imamat dan hidup sebagai imam, mudah hancur dan tercederai karena nafsu konsumsi duniawi lebih kuat daripada semangat untuk membaktikan diri dalam Kekuatan Sang Pemilik Imamat dan demi umat Allah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline