Lihat ke Halaman Asli

Yudel Neno

Penenun Huruf

Hak Asasi Manusia dalam Pusaran Politik

Diperbarui: 13 Februari 2019   09:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi KampungNTT

Pendahuluan

Lama sebelumnya, Paus Yohanes Paulus II dalam Ensiklik Centesimus Annus telah menguraikan minimnya penegakkan hak-hak manusia baik oleh manusia itu sendiri maupun oleh lembaga negara, khususnya dalam negara-negara yang berhaluan demokrasi. 

Paus memperlihatkan salah satu krisis bagi negara demokrasi adalah kehilangan kekuasaan untuk mengambil keputusan-keputusan demi kesejahteraan umum. 

Dalam negara demokrasi, tuntutan terhadap perkembangan masyarakat tidak dikembangkan menurut norma moralitas dan keadilan melainkan berdasarkan kekuatan jumlah suara yang diperoleh bahkan menurut kemampuan financial dari kelompok-kelompok tertentu. 

Paus melanjutkan, lambat laun, kemerosotan perilaku politik merongrong segala kepercayaan dan menimbulkan sikap apatis, sehingga partisipasi politik mengalami kemunduran dan semangat kewarganegaraan turun di kalangan masyarakat, yang merasa dirugikan dan mengalami frustrasi. 

Paus Yohanes Paulus II juga mencatat bahwa keterlibatan dalam politik merupakan sikap yang terus dianjurkan oleh Gereja, justru karena inti perjuangan itu terletak pada visi tentang martabat pribadi manusia, yang jelas diwahyukan sepenuhnya dalam misteri Sang Sabda yang menjelma. 

Karena Gereja merupakan pakar perihal kemanusiaan maka martabat pribadi manusia merupakan inti dari perjuangannya. Martabat pribadi manusia merupakan dasar bagi perjuangan kesejahteraan umum, dalam arti bahwa segala perjuangan politik, jika dikatakan bertujuan untuk kesejahteraan umum, maka pertama-tama yang diupayakannya adalah perjuangan akan martabat manusia itu sendiri.

Penegasan di atas mengingatkan kita akan keterlibatan kita sebagai warga negara dalam politik. Di tengah politik ditengarai oleh berbagai penyimpangan, sebagai manusia yang bermartabat, kita justru terpanggil untuk mengembalikan berbagai penyimpangan politis itu dengan cara benar-benar terlibat menurut norma moral dan keadilan. Keterlibatan ini, tidak lain dan tidak bukan adalah perwujudan hak asasi kita sebagai makhluk ciptaan dan makhluk sosial.

Dimensi Teologis Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia secara teologis didefenisikan sebagai "yang terberi dari Allah sejak diciptakan (dilahirkan)". Yang terberi dari Allah adalah kehidupan, maka kehidupan merupakan hak kodrat yang terus dikehendaki oleh semua negara dan semua warganegara. Tidak ada satupun perjuangan di dunia ini selain kenyataan bahwa perjuangan itu dilakukan demi eksistensi dan esensi setiap pribadi manusia.

Paus Yohanes XXIII dalam Ensiklik Pacem in Terris, mulai dari artikel 11-27 menyebutkan dan menguraikan hak-hak yang tergolong dalam hak asasi manusia. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline