Medan-Kompasiana.com, 17/04/18
Menjadi guru itu seni. Mengapa? Ibarat seorang pelukis menggunakan pensil sedemikian itu seorang guru menggunakan pena untuk melukiskan pengetahuan tentang pengetahuan dan pengetahuan tentang karakter. Seorang guru adalah dia yang mampu menerjemahkan ilmu untuk dipahami dan menerjemahkan ilmu dilakukan.
Saya memiliki pengalaman bagaimana menjadi seorang guru. Inilah memorial pedagogis. Memorial adalah kenangan yang kembali dihidupkan dalam bentuk kata-kata yang dalam maknanya. Memorial pedagogis berarti kenangan akan nilai-nilai pendidikan yang telah ditanamkan serentak sebagai kekuatan untuk menggerakkan minat publik.
Kenangan ini bukanlah kenangan mati belaka melainkan kekuatan serempak muncul sebagai pemberi semangat ketika kenangan didengungkan.
Salah satu prinsip yang menjembatani memori dan sekarang adalah prinsip berbicara dalam bahasa nilai. Berbicara dalam bahasa nilai dalam konteks memorial pedagogis, tidak hanya berarti mengenang secara pedagogis nilai-nilai yang baik dari masa lalu.
Lebih dari itu, Berbicara dalam bahasa nilai bercorak evaluatif yakni melihat kegagalan-kegagalan sebagai peluang yang perlu dimanfaatkan sebagai kekuatan untuk mengerahkan tenaga guna mencapai sesuatu yang baik dan berguna. Sekiranya pemahaman habis gelap terbitlah terang dapat membantu kita untuk memahami konsep di atas.
Dengan demikian, masa lalu adalah kekuatan yang menggerakkan, masa depan adalah kekuatan yang menarik dan masa sekarang adalah rangkuman di mana terjadinya memorial tantang yang lalu dan yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H