Lihat ke Halaman Asli

Yudel Neno

Penenun Huruf

Teologi Pembebasan sebagai Sebuah Teologi Keberpihakan

Diperbarui: 25 Oktober 2018   23:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sebuah Refleksi mengkonkretkan Kerajaan Allah dalam pengalaman hidup manusia)

1. Konteks Yang Mendasari Munculnya Teologi Pembebasan

     Konteks asli yang mendasari adanya Teologi Pembebasan adalah hidup dan tindakan nyata Yesus historis. Yesus Historis hidup dalam konteks maraknya penindasan terhadap orang-orang miskin dan tertindas. Entah tertindas karena Hukum Taurat dalam tradisi Yahudi misalnya, kaum janda disepelekan dalam kehidupan sosial. Orang-orang kusta dikucilkan. Kaum pria menjadi figur terhormat dan perempuan menjadi figur kelas dua (fenomen ini selanjutnya memunculkan teologi feminis[1]). Inilah konteks sosio-politik pada zaman Yesus historis.

Di Amerika Latin, kemiskinan dan ketidakadilan tak terbendung sehingga teologi yang cocok adalah teologi pembebasan.[2] Pada dasarnya teologi pembebasan muncul sebagai suatu usaha untuk membebaskan manusia dari kemiskinan dan ketertindasan dengan dasar yang benar pada hidup dan karya pembebasan Yesus historis. Yesus hidup dalam konteks sosio-politik yang ekstrim dan keras dan Ia berjuang untuk pembebasan kaum miskin dan kaum terindas.[3]

Yesus Historis dan Keberpihakan pada Kaum Miskin dan Kaum Tertindas

George Kircberger mengutip uraian Leonardo Boff, menegaskan Yesus Kristus sebagai Pembebas.

Kristologi pembebasan memihak kaum tertindas bertolak dari kesadaran bahwa ia mampu melakukan hal itu karena imannya akan Yesus historis. Jika kita tidak terjun dan terlibat di dalam situasi kita maka hal itu berarti kita mengiyakan (status quo[4]) dan secara diam-diam memihak mereka yang mendapat privilese.[5]

     Kutipan ini menegaskan adanya suatu teologi yang tidak bersifat netral melainkan berpihak pada kaum miskin dan kaum tertindas. Keberpihakan ini berdasar para prinsip kemanusiaan perlu bebas dan bahagia tanpa adanya tekanan atau tindasan dari para penguasa atau juga kaum pemodal.[6]

Yesus Historis dan Kerajaan Allah

Leonardo Boff dalam uraian George Kirchberger, menandaskan pentingnya Yesus historis yang hidup dalam konteks penuh sosio-politis seperti banyak fakta yang kita alami sekarang. Yesus historis memiliki program pembebasan melalui tindakan nyata-Nya. Walaupun demikian, pembebasan itu merupakan sebuah sikap antisipatoris kehadiran Kerajaan Allah. hal ini berarti bukan Kristus iman itu tidak penting. Sebab, arti yang benar dan penuh dari Yesus historis, baru bisa diketahui dan dipahami dalam terang paskah, karena paskah merupakan penyelesaian dari perjalanan historis-Nya.[7] Mengapa demikian? Karena Yesus historis tidak mewartakan diri-Nya sendiri melainkan Ia membawa misi Kerajaan Allah sebagai peristiwa kegembira bagi setiap insan. Kemiskinan, ketidakadilan dan ketertindasan merupakan fenomen-fenomen yang tidak menggembirakan dan tentunya bertentangan dengan misi yang dibawa oleh Yesus yakni kerajaan Allah.

Dalam konteks ini, kita memahami bahwa tidak ada kontradiksi antara Yesus historis dan kerajaan Allah. Kerajaan Allah merupakan situasi di mana sangat dinantikan tetapi sudah mulai ditegakkan sebagai tindakan antisipatoris dalam kehidupan konkret. Kerajaan Allah tidak hanya dinantikan melainkan sudah diusahakan dalam kehidupan konkret manusia. Konkretisasi Kerajaan Allah pada zaman Yesus historis adalah peristiwa perubahan yang membebaskan. Pembebasan yang menciptkan kegembiraan. Terciptanya kegembiraan ini merupakan suatu situasi sebagai wujud dari Kerajaan Allah.[8]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline