Lihat ke Halaman Asli

Frederikus Suni

Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Mengenang Wajah Papa dan Mama

Diperbarui: 19 April 2021   09:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengenang wajah papa dan mama. Foto dari Hellosehat.com

Setiap orang bebas mengenang masa lalu, tapi kita tak pernah melawan waktu.

Waktu berlalu dengan cepat, tanpa sadari tahun demi tahun kita menghabiskan separuh hidup kita dalam masa pencarian. Setiap orang sibuk mencari kebahagiaannya tersendiri. Hingga kita melupakan kesunyian dan ketentraman di desa tercinta.

Setiap tahun kita selalu berlomba-lomba untuk mencari penghidupan yang layak di kota metropolitan. Adapun orang yang rela menyeberang jauh dari bumi pertiwi. Jauh dan dekat itu bukanlah urusan kita. Karena setiap orang bebas menentukan tujuan hidupnya.

Ramadan kembali menyapa, alam bawah sadar kita ikut dibangkitkan. Bersyukur bila hingga kini orangtua kita masih lengkap. Tapi, akan menjadi sedih, bila salah satu dari orangtua yang kita cintai sudah pergi menghadap Tuhan.

Stimulus atau rangsangan untuk kembali mengulangi masa-masa terindah saat Ramadan bersama orangtua di kampung halaman, kini dibatasi dengan Pandemi. Meskipun salah satu orangtua kita ada yang sudah meninggal, tapi seenggaknya kita bisa mengunjungi makam mereka, sebagai tanda syukur atas apa yang mereka sudah lakukan dalam hidup kita.

Pengalaman berjumpa, ber-say-hello, canda tawa yang lepas dalam lingkaran keluarga, ikut membangkitkan kenangan terindah itu. Rasanya ingin kembali mengulangi masa-masa kejayaan bersama keluarga tercinta. Tap, kita tak bisa melawan hukum semesta.

Suasana canda tawa bersama keluarga. Foto dari Alodokter.com


Sebagai non-Muslim, setiap perayaan Hari Raya Besar antar umat beragama di bumi pertiwi, saya selalu mengenang wajah papa dan mama yang berada di kampung. Namun, semakin bertambahnya usia saya, saya pun disibukkan dengan kesibukan tersendiri. Bahkan kini saya berpisah dengan mereka ribuan bahkan jutaan mil jauhnya dari garis pantai.

 Papa dan mama walau anakmu kini berjuang di tanah rantau, tapi rindu ini tak bisa dilawan. Meskipun senyum wajahmu selalu terpancar, bagaikana mentari pagi, namun di dalam lubuk hati terdalam, rasanya pingin ngumpul bareng lagi.

Papa dan mama, saya tak bisa merayakan liburan tahun ini bersama kalian di kampung halaman. Karena perjuanganku masih berat dan berliku-liku di tanah rantau.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline