Apapun yang dilakukan oleh seorang anak emas atau kesayangan dari keluarga adalah selalu benar di mata orangtuanya. Tak jarang, hal ini menimbulkan kecemburuan sosial antar saudara kandung. Apalagi dalam lingkungan sosial.
Rasa ingin dimengerti, dikasihi dan disayangi dari seorang anak emas akan berbenturan di dalam lingkungan sosial.
Lingkungan sosial itu dihuni oleh beragam jenis karakter, cara pandang dan latar belakang pendidikan. Seorang anak emas akan menyamaratakan setiap kondisi atau peristiwa yang terjadi di dalam lingkungan sosial.
Porsi kasih sayang dan selalu diikutin oleh orangtuanya di dalam keluarga, semacam sistem yang dibangun dan sudah paten harus diikutin oleh semua orang dalam lingkungan tertentu.
Alam bawah sadar ini sudah dibentuk dalam diri seorang anak emas dari keluarga tertentu. Inilah jurang yang diciptakan oleh orangtua kepada anaknya dalam lingkungan sosial.
Misalnya, seorang anak emas akan selalu mengharapkan perlakuan yang adil, ingin dicintai oleh semua orang dalam kehidupan sosial. Padahal kebutuhan itu belum tentu terealisasi dalam kehidupan bersama. Bila seorang anak emas tak mendapat simpatisan dari lingkungan sosial, ia akan merasa dikucilkan dan tak dihargai.
Toh, di dalam kehidupan keluarga saja, seorang anak emas akan dibenci oleh adik atau kakaknya sendiri. Inilah kecemburuan sosial, bila segala sesuatu dinilai dari subjektif orangtua.
Hal ini tak dipungkiri bahwasannya, orangtua tidak mencintai anak kandungannya sendiri. Tapi, pasti dalam lingkungan keluarga, diantara salah satu anaknya, ada satu orang yang terpilih menjadi anak emas.
Lalu, bagaimana dengan relasi kita di dalam suatu wadah atau lingkungan tertentu? Apakah ada anak emas atau pilihan tertentu?
Anak emas ini bukan hanya berlaku di dalam lingkungan keluarga. Tapi, di sekolah, kampus pasti ada murid-murid tertentu yang memiliki kasih sayang dan perhatian lebih dari gurunya. Siswa yang lain pun pasti cemburu dengan perhatian lebih gurunya kepada siswa tertentu.