Sebagai penulis, tentunya kita dipercaya oleh siapa saja untuk mengisahkan ataupun menayangkan artikel dari rekan, kenalan dan sahabat di manapun.
Mendapatkan kepercayaan dari rekan adalah hal yang sangat membanggakan, sekaligus menjerumuskan kita ke dalam jurang nestapa.
Hari ini, Rabu, 17/3/2021, pukul 8.17 WIB, saya menayangkan salah satu artikel dari rekan yang sementara menempuh studi di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero.
Dengan maksud membantu rekan, untuk mempublikasikan kegiatan Webinar yang mereka adakan pada hari Kamis, 11/3/2021, tapi berujung pada surat cinta dari Admin Kompasiana. Penulis merasa kaget dan tak menyangka. Memang ini murni dari penulis, karena kurang cermat dalam membaca ketentuan yang berlaku di dalam Kompasiana.
Selain itu, sebelum menayangkan artikel yang dititipkan rekan, penulis lupa untuk mengeceknya di "Google Plagiarisme Checker." Akibatnya, penulis menuai rasa bersalah yang tak berkesudahan.
Harapan untuk membantu rekan ikut sirna, bersamaan dengan surat cinta dari Admin Kompasiana.
Lalu, apa yang dipelajari oleh rekan Kompasianer dari kisah ini?
Pertama. Berhati-hatilah untuk mempublikasikan artikel dari rekan. Karena nama baik kita menjadi taruhan. Terkesan kita menjiplak atau menyalin tulisan dari orang lain, padahal sejatinya, kita hanyalah perantara untuk membantu rekan yang membutuhkan bantuan dari kita.
Kedua. Bila rekan atau sahabat meminta untuk menayangkan hasil tulisannya, sebaiknya kita menganjurkan untuk membuat konten di Kompasiana. Perihal ini, sesuai dengan anjuran yang disampaikan oleh Admin Kompasiana melalui surat cinta yang penulis terima pagi ini.
Ketiga. Niat baik tak selamanya mengeluarkan kita dari permasalahan. Karena kita selalu berada di antara dua pilihan. Pilihan pertama adalah keinginan untuk membantu teman. Pilihan kedua adalah pembekuan akun kita di Kompasiana, maksimal penghapusan artikel 5 kali.