Haumeni – Sabtu, 13/3/2021, Manusia hidup dari alam dan akan kembali kepada alam. Alam yang indah tidak mungkin hadir dengan sendirinya. Melainkan ada kekuatan maha besar yang berada di balik kemegahan alam. Tradisi Usa Pena sebagai pintu awal untuk menikmati hasil panen masyarakat.
Hari ini merupakan hari yang sangat bersejarah bagi suku Timor Dawan, khususnya di desa Haumeni, Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Masyarakat Haumeni setiap tahun akan melakoni salah satu tradisi kearifan lokal yang sudah ada dari zaman nenek moyang hingga hari ini, yakni tradisi usa pena. Tradisi usa pena sebagai pintu awal untuk menikmati aneka jenis makanan baru dari hasil tanaman yang sudah dirawat, dijaga dan dibersihkan dari hama rumput, belalang dari bulan Januari.
Tradisi usa pena akan dilangsungkan di setiap rumah adat. Rumah adat sebagai lambang kekuasaan tertinggi dalam tradisi adat masyarakat Haumeni. Karena dari adat segala urusan akan dilancarkan.
Hal pertama yang harus dilakukan oleh masyarakat Adat Haumeni adalah menentukan hari yang tepat untuk mengadakan ritual di setiap rumah Adat. Di sini hadir diskusi antara tua Adat dan sanak keluarga. Baik yang tinggal di desa Haumeni, maupun yang berada di desa tetangga dan juga kota.
Setelah menentukan hari, selanjutnya disediakan hewan korban. Umumnya dalam tradisi Usa Pena, hewan yang biasanya dikorbankan adalah ayam,babi dan kambing. Ketiga jenis hewan ini adalah dianggap sebagai mediun atau sarana perekat antara manusia, alam dan para leluhur.
Pena Feu (Jagung muda) dibawa oleh setiap keluarga dan dipersembahkan di rumah Adat. Tua Adat akan mengajak beberapa orang yang dianggap layak atau dituakan untuk menemani tua Adat dalam Tradisi Natoen (Percakapan antara tua Adat dan penguasa alam) dalam hal ini diwakili oleh para leluhur. Penulis beberapa kali menyaksikan tua Adat dalam percakapan di depan benda – benda yang dikeramatkan seperti keris, batu, pohon, sumber air suci (Oe Le’u) dan tiang yang memiliki 3 cabang.
Tentunya penulis tidak bisa mengupas filosofi dari sekian banyak benda-benda yang dikeramatkan oleh para leluhur. Tapi, penulis hanya fokus pada ketiga cabang yang berada di depan rumah adat.
Ketiga cabang yang biasanya berdiri kokoh di depan setiap rumah Adat melambangkan kerjasama antara ‘Meob (Penjaga), Abitan Mis Okan (Leluhur) dan Usi Neno (Tuhan).
Penjaga berada di sisi kanan, leluhur di sisi kiri dan Tuhan berada di tengah sebagai kekuasaan absolut dari semesta.