Lihat ke Halaman Asli

Frederikus Suni

Content Creator Tafenpah

Cinta Terlarang di Kota Tulungagung

Diperbarui: 28 Juni 2022   14:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cinta terlarang di kota Tulungagung. Foto dari Pixabay.

Sambungan dari Goresan Asmara di Kota Tulungagung

Tatkala cinta aku dan Winda terhalangi oleh tembok humanisme agama, seenggaknya kami berselancar dengan "backstreet" alias hubungan terlarang.

Langit kota Tulungagung masih sepi dan seakan-akan terbelah menjadi dua. Hubungan terlarang aku dan winda senada hubungan dalam tatanan kasta. Hubungan tersulit bagi seorang pria/wanita Sudra untuk memadu asmara dengan tambatan hatinya yang berasal dari kasta Brahmana.

Tapi aku tak peduli! Karena aku dan Winda setiap jam pasti mengabarin melalui via pesan WhastApp. Bahkan tempat kerjaanku berdampingan pula. Jadi, aku bebas masuk area Toko Roti tempat Winda bekerja.

Winda memiliki seorang sahabat, sebut saja namanya Anita. Anita adalah gebetan pertama aku. Tapi, dari gelagaknya yang sok tomboy, akhirnya aku mengurungkan niatku untuk mendekatinya.

Setiap kali aku lewat depan Toko Roti, pasti mereka berdehem-dehem. Sembari gelabakan melayani para pembeli. Cieeee sok terkenal hanya dalam sesaat.

Kisah cinta terlarang antara aku dan Winda membawa kemarahan yang amat besar bagi Ibunya. Ibunya Winda terpaksa membohongi kami. Kebohongan terbesar seorang ibu untuk menyelamatkan anaknya dari seorang lelaki yang berbeda keyakinan.

Apakah cinta itu mengenal tembok pembatas? Apalagi menyoal kehidupan privat setiap orang kepada Sang Pencipta? Ah, sudahlah! Aku terpaksa tersenyum kepada semua orang. Walaupun pancaran mataku tak bisa membohongi semesta.

Ya, aku juga memahami kecemasan ibunya Winda. Karena seorang ibu, apalagi dalam lingkungan mayoritas tidak bisa berdaya, tatkala dihakimi karena telah memberi restu bagi anaknya untuk menjalin asmara dengan lelaki yang berbeda dari mereka.

Aku juga merasakan kesedihan yang terpancar dari sinar mata Winda. Ia sangat terluka dengan sikap ibunya. Tapi, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Disposisi batin aku, Winda dan keluarganya menyatu dalam perpisahan yang amat menyakitkan.

Winda terpaksa berhenti bekerja dari Toko Roti itu. Aku menjalani hari-hari, bagaikan sang Musafir yang tak tahu tujuan pengembaraannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline