Desa Haumeni identik dengan wangi-wangian kayu cendana. Haumeni bisa juga Haumene yang berarti kayu cendana. Kayu cendana melambangkan identitas masyarakat desa Haumeni.
Asal usul kayu cendana dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas mengatakan,"cendana, atau cendana wangi, merupakan pohon penghasil kayu cendana dan minyak cendana. Kayunya digunakan sebagai rempah-rempah, bahan dupa, aromaterapi, campuran parfum, serta sangkur keris (Warangka). Kayu yang baik bisa menyimpan aromanya selam berabad-abad. Konon dari Sri Langka ini digunakan untuk membalsam jenazah putri-putri raja sejak abad ke-9. Di Indonesia, kayu ini banyak ditemukan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di pulau Timor, meskipun sekarang bisa ditemukan di pulau Jawa dan pulau-pulau Nusantara lainnya."
Romantisme wangi cendana, mengundang bangsa Portugal dan Belanda dalam menginvasi desa Haumeni. Tradisi lisan yang penulis dapatkan dari orang tua, terutama kakek dan nenek yang pernah hidup, pada zaman pendudukan Portugal dan Belanda di tanah Timor. Khususnya desa Haumeni, kampung penulis.
Batang kayu cendana yang di simpan oleh kakek penulis sangat wangi. Kisarannya antara puluhan tahun bahkan ratusan tahun. Batang cendana yang dimiliki oleh kakek penulis wanginya bisa mencapai radius berapa puluh kilo meter.
Batang cendana menjadi bahan barter bagi masyarakat Haumeni. Di mana ketika keluarga tertentu membutuhakn seekor kambing, sapi, dll, bisa ditukar dengan kayu cendana. Secara matematis dan ekonomis kami tidak mengetahui dengan pasti per kilonya berapa? Yang terpenting apa yang diinginkan oleh orang yang membutuhkan barang tersebut dipenuhi. Harganya diserahkan kepada pasar.
nuansa kampung yang identik dengan wangi cendana hanya meninggalkan memori bagi masyarakat Haumeni. Penyebabnya adalah keserakahan manusia terhadap eksploitasi lingkungan yang tidak bertanggung jawab.
Hilangnya wangi cendana turut menghilangkan identitas masyarakat Haumeni akan jati dirinya. Semestinya, keharuman masyarakat Haumeni tidak hanya berakhir pada zaman penjajahan. Melainkan, identitas wangi cendana terus ada untuk menerangi karya lintas generasinya.
Sebagai langkah untuk mengembalikan keharuman Desa Haumeni di tanah Timor, kami pernah membudidayakan tanaman cendana. Tapi, lingkungan yang rusak, semakin tak bersahabat dengan pohon cendana.
Akibatnya, segala jenis budidaya tanamana cendana berakhir pada kematian. Matinya pohon cendana, berarti hilangnya ketenaran desa Haumeni di tanah Timor.
Identitas sebagai negeri cendana hilang, lingkungan yang semakin rusak, sikap apatis masyarakat, turut melengkapi daftar kehilangan warisan kekayaan yang sangat berarti bagi generasi penerusnya.
Generasi muda Haumeni hanya menikmati narasi-narasi yang membanggakan pada zaman dahulu. Sementara bukti empiriknya tidak ada. Amat disayangkan, kekayaan yang sangat berharga bagi generasi muda dan bangsa ikut hilang. Lebih parahnya, bila identitas sebagai generasi suku Dawan Haumeni ikut hilang di tengah kontaminasi budaya luar.