negeri karang Timor. Ia sangat tersiksa, menjerit, menangis di tengah himpitan batu karang Timor. Goresan pena yang sempat ditahan oleh pangeran dan ratu yang berjuang untuk menjadi yang terbaik di negeri karang Timor.
Malam kelam masih segar diingatan Pak Tan diPak Tan adalah seorang petani cerdas di kampungnya. Keseharian pak Tan adalah berkebun, membaca buku, berdiskusi dengan siapa pun yang ia jumpai. Hidupnya sangat teratur, mulai dari bangun pagi hingga tidur malam. Penulis menamai pak Tan sebagai pengikut filsuf Sokrates.
Suatu hari, calon pangeran dan ratu bertandang ke gubuknya. Gubuknya yang terbuat dari alang-alang dan berdindingkan bambu adalah harta terindah pak Tan. Ia sangat terkejut dengan calon pangeran dan ratu yang rela turun dari takhta, demi mengunjunginya.
"Izinkanlah kami numpang minum di gubuk tuan.'" Sapa calon pangeran.
"Silakan tuan! Maaf, cuman air putih yang bisa hamba sediakan di gubuk sederhana ini."
"Terima kasih tuan."
"Maaf Tuan, gerangan apa yang membawa pangeran dan ratu ke tempat yang sederhana ini?" Tanya Pak Tan.
"Jika pak Tan bersedia, Kami menawarkan kerja sama."
"Maaf tuan, kerja sama dalam hal apa ya?"
"Oh, biasa lagu lama dalam dunia politik."
Pak Tan hanya terpaku mendengar kata "Politik." Ia masih trauma dengan politik yang telah menimpa saudara- saudaranya yang menjadi korban dari para calon pangeran dan ratu beberapa dekade silam.