Lihat ke Halaman Asli

Frederikus Suni

Content Creator Tafenpah

Berakhirnya Romantisme Politik

Diperbarui: 19 November 2020   02:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay;

Politik indentitas adalah virus yang sangat berbahaya. Menaruh harapan kepada politisi adalah jalan penyesalan. 

Manuver berpolitik sudah tak asing lagi dalam pengamatan kita. Lihat saja sejarah peta politik Indonesia era modern. Romantisme politik hanya terasa saat masih berstatus sebagai calon kandidat. Setelah itu, jalan kepahitan mengejar romantisme antar pasangan. 

Politik adalah hal menabur untung dan rugi. Untung bila pasangan yang anda dukung memenangkan pemilihan DPR, Bupati, Gubernur dan Presiden. Sementara kerugian besar mengejar anda bila pasangan anda kalah.

Dewasa ini, politik diganti maknanya dari seni mencari solusi menjadi seni menjerumuskan romantisme ke dalam masalah. Hari ini romantisme terasa antar pasangan calon, esok dan lusa romantisme itu berakhir dalam pengeksekusian visi dan misi. Alamak, jangan bermain-main dengan politik, jika anda tak mau dipermainkan oleh tekanan rakyat.

Berakhirnya romantisme politik identitas adalah derita seumur hidup bagi pendukung fanatiknya. Sebab kandidat yang anda berjuang mati-matian, ketika menemui masalah dengan mudah ia berpindah ke lain hati, karena su sayang (arti su sayang:sudah terlanjur sayang). Sedangkan, anda pendukung fanatiknya makan abu dan penyiksaan batin. Karena tak ada campur tangan dalam mengeluarkan anda dari jebakan maut ala pemimpin yang berkharisma dan cerdas.

Derita sudah datang bagi para pendukung fanatik. Wong, lepas tangan, siapa yang mau bantu anda yang sedang terjebak di antara kepungan singa. Makanya, singa tidur jangan diganggu. Kan kena akibatnya sekarang. 

Pembelajaran bagi kita semua adalah jangan mudah percaya pada retorika seseorang. Karena ketika anda mengalami masalah, retorika itu tak akan berjalan. Sebab adanya politik manuver dan tekanan dari singa tulus yang tertidur. Akibatnya, anda sendiri yang merasakan sakit dan deritanya. Lebih sadisnya, romantisme politik identitas berakhir dengan penyesalan dan ending yang tak terduga.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline