Lihat ke Halaman Asli

Frederikus Suni

Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Kehancuran Pohon Keluarga Bangsaku

Diperbarui: 20 Oktober 2020   23:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pixabay

Demo dan narasi media yang memprovokasi seanter terdengar di setiap pelosok negeri Indonesia. Setiap orang termakan dengan narasi-narasi media 2020. Konspirasi narasi media dan segelintir orang telah menjauhkan manusia dari dirinya, sesamanya, lingkungannya dan alamnya.

Air mata rakyat kecil telah menyatu dengan kekhawatiran, kecemasan akan hari esok. Karena hari ini ada kisah/cerita tentang pengasingan manusia dari bumi Indonesia.

Rintik-rintik hujan bertautan erat dengan derasnya demostran yang membanjiri setiap sudut kota Metropolitan. Bumi Indonesia tak berdaya dengan narasi media 2020.

2020 adalah neraka bagi masyarakat Indonesia. Di mana masyarakat yang dulunya dikenal sebagai satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa yang termaktub dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, kini mulai terkikis dengan perebutan ego.

Pertarungan ego penguasa 2020 telah meresahkan rakyat kecil. Sebab perang wacana para publik figur/pemimpin semakin menghiasi jantung media-media ternama tanah air. Sementara, sisi kemanusiaan semakin tenggelam oleh derasnya ombak rekening.

Di setiap rekening ada konspirasi wacana. Tujuan dari konspirasi ini adalah setiap pemimpin ingin membuktikan eksistensinya sebagai manusia super dewa.

Artinya, kekuasaannya harus absolut. Kekuasaan absolut yang diperjuangkan oleh segelintir orang adalah kemunafikan hakiki. Munafik berarti hanya memanfaatkan keadaan bangsa yang sedang pincang dan lesu perekonomiannya.

Perekonomian bangsa yang sedang lesu dan terjebak di antara politik dan pandemik-19, memang selalu menjadi polemik yang tak pernah berkesudahan untuk ditelusuri dengan algoritma google.

Algoritma google selalu berubah setiap waktu, begitu pun politik itu tak mengenal siapa itu kawan atau lawan. Karena di dunia ini tak ada yang abadi. Segala sesuatu tak pasti.

Masalah perebutan kekuasaan yang sudah tercium di batang hidung semesta, seakan menyembulkan larva panas kebusukan yang terselubung dalam sistem demokrasi. Dikatakan busuk berarti sistem demokrasi hanya dipakai sebagai wadah untuk mengeruk kekayaan bangsa. Kekayaan bangsa dikeruk, layaknya eksploitasi sumber daya alam yang semakin keji dan kejam dalam bumi Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline