Lihat ke Halaman Asli

Frederikus Suni

Penulis || Pegiat Konten Lokal NTT || Blogger Tafenpah.com

Ada

Diperbarui: 22 Agustus 2020   03:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Pixabay

Rembulan menggantung indah di angkasa, aku berusaha untuk memeluknya. Aku terus berlarian melintasi bintang. Sejauh mata memandang ada kehampaan. Aku tak merasakan kekuatan maha dahsyat dari Sang Pengada. Sebab ruang hatiku dipenuhi oleh tikungan terjal di antara karier dan popularitas.

Aku berusaha untuk menjadi yang terbaik dari sesamaku. Aku rela menerapkan strategi tikungan terjal dalam diriku yang lain. Atau dalam bahasa filsafat disebut "Liyan." Liyan adalah pribadiku yang ada dalam diri orang lain. Jalanan terjal selalu menemani keseharianku. Aku menciptakan hukum untuk melawan kausalitas (sebab - akibat). Makna hukum kausalitas adalah sumber dari segala apa yang ada di semesta. Akan tetapi, hukum kausalitas dalam pandanganku hanyalah sebatas eksperimen akal budiku. 

Hidup adalah rentetan eksperimen antara ada dan tiada. Apa itu ada? Ada adalah sumber kehidupan. Lalu, apa itu tiada? Tiada adalah akhir dari eksistensi ada. Hasil elaborasi antara ada dan tiada melahirkan waktu. Apa itu waktu? Waktu adalah kuota internet yang mempunyai masa dalam kehidupan manusia. Di mana manusia selalu hidup berdampingan bersama waktu. Waktu telah mengambil orang yang kita cinta. Tapi, waktu yang akan mengembalikan orang yang jauh mencintai dan menerima kita apa adanya. Apakah waktu bisa dikategorikan dalam makna hakim? Tentu setiap pandangan kita selalu berbeda. Tergantung persepsi waktu oleh siapa dan di mana.

Seorang petani melihat waktu berdasarkan siklus terbit dan terbenamnya matahari.  Demikian seorang pengacara melihat waktu berdasarkan tumpukkan berkas klien yang ditanganinya. Usaha untuk mencari quality time hanya menemui hambatan. Sebab waktu itu adalah bayangan. Lalu, apakah kita hanya mengejar bayangan dalam keseharian hidup?

Aku memberontak, maka aku ada (Filsuf Albert Camus). Terkadang kita mengejar bayangan waktu dalam kebisingan hidup. Banalitas hidup yang tak karuan memungkinkan terjadinya pengaburan makna ada dalam bendera waktu. Waktu terus berputar menuju fase kehidupan yang serba dinamis dan instan dalam diri manusia dewasa ini. Penjara bayangan menyebabkan perang dingin antar manusia dalam mencari jati dirinya. Akibatnya manusia berubah dari makhluk sosial menuju makhluk individual. Realita hidup yang tak bisa dipisahkan dalam kehidupan setiap orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline