Lihat ke Halaman Asli

Fredrik Dandel

Seorang ASN yang terpanggil kuat dalam Pelayanan Kerohanian, hingga dapat menyelesaikan pendidikan S1 Theologia dan sekarang sedang melanjutkan Studi S2 Pastoral Konseling pada STT Bethel Indonesia Jakarta.

Merubah Konflik Menjadi Berkat

Diperbarui: 18 Desember 2021   03:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan 

Ketika dua insan yang berlainan jenis (pria dan wanita) saling mencintai, mereka tentunya menginginkan supaya hubungan yang mereka jalani diikat dalam suatu pernikahan yang kudus. Pernikahan tersebut terbentuk dengan suatu harapan / damba untuk mendapatkan kebahagian. Saling membahagiakan satu dengan yang lainnya, demikianlah yang terpartri dalam janji pernikahan sehidup dan semati. 

Seiring dengan berjalannya waktu, dalam mengarungi bahtera rumah tangga, tidaklah terlepas dari adanya konflik. Pemicu konflik tersebut sangatlah bermacam-macam, mulai dari persoalan yang kecil, sedang sampai ke persoalan yang besar, jika tidak diselesaikan dengan baik oleh kedua suami dan isteri, maka berpotensi kepada perceraian / hancurnya rumah tangga yang pastinya akan berakibat buruk baik kepada kedua suami isteri tersebut, terlebih kepada anak-anak sebagai buah nikah mereka. 

Tidak ada seorangpun yang menginginkan kehancuran dalam rumah tangganya, tidak ada seorangpun yang mau menikah untuk kemudian bercerai. Tetapi kebanyakan pernikahan yang berujung pada perceraian, memiliki suatu alasan yang klasik, yakni untuk kebahagiaan masing-masing pribadi. Benarkah demikian ? 

Pengertian Konflik dan Penyebab Terjadinya Konflik 

Menurut Cassell Concise English Dictionary, 1989; konflik bisa didefinisikan sebagai “suatu pertarungan; suatu benturan; suatu pergulatan; pertentangan kepentingan-kepentingan, opini-opini, atau tujuan-tujuan; pergulatan mental; penderitaan batin”. Sedangkan Menurut Cornelius et al, 1992, konflik adalah: “dua jajaran kebutuhan atau lebih yang menarik dari arah-arah yang berlainan”. Konflik dapat disimpulkan sebagai berikut: “Ketidaksetujuan atau ketidaksepakatan yang muncul ketika kepentingan/paham dua pihak yang bertentangan. Untuk memuaskan kepentingan-kepentingan tersebut dipengaruhi oleh sumber daya yang dimiliki terbatas, komunikasi antar pihak lemah dan tidak adanya itikad untuk mencari jalan keluar terbaik”. (Jaliaman Sinaga, dkk (2015). 

Menurut Jaliaman Sinaga, dkk (2015), Konflik dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : Perbedaan karakter/kepentingan, perbedaan paham / pemahaman / persepsi / interpretasi, perilaku yang kurang menghargai orang lain, kompetisi nyata ataupun tersembunyi untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan/di luar jangkauan; serta Tugas dan tanggung jawab yang tidak dirumuskan secara jelas.

Sedangkan menurut Hadisubrata dalam Nurul Atieka (2011), konflik dalam perkawinan yang menyebabkan keretakan hubungan suami-istri atau bahkan menyebabkan perceraian, biasanya bersumberkan pada kepribadian suami istri dan hal-hal yang erat kaitannya dengan perkawinan. Konflik yang bersumber pada kepribadian pada umumnya disebabkan oleh : Ketidakmatangan kepribadian, Adanya sifat-sifat kepribadian yang tidak cocok untuk menjalin hubungan perkawinan, dan adanya kelainan mental. Sedangkan Konflik yang bersumber pada hal-hal yang erat kaitannya dengan perkawinan, menyangkut masalah sebagai berikut : Keuangan, Kehidupan social, Pendidikan anak, Masalah Agama, Hubungan dengan Mertua-Ipar, Penyelewengan dalam Hubungan Seksual, serta Ketidakpuasaan seksual. 

Mengatasi dan Meminimalisir Konflik 

Pasangan suami isteri Kristen, menyadari bahwa perceraian bukanlah sesuatu hal yang dikehendaki Allah. Mat. 19:5-6 : “Dan firman-Nya : Sebab itu laki-laki akan menginggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia.” Dan lagi Lukas 16 : 18 ditekankan : “Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.” 

Suami isteri Kristen yang mengasihi Tuhan dan taat kepada kebenaran Firman Allah, tidak akan pernah menginginkan perceraian sebagai solusi untuk menyelesaikan konflik dalam pernikahan mereka. Jangankan dilakukan, dipikirkan ataupun diperkatakan saja, akan membuat ketidaknyaman dalam hati keduanya. Bagaimana mengatasi konflik dalam rumah tangga itulah yang merupakan solusi terbaik bagi kebahagiaan rumah tangga mereka. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline