Lihat ke Halaman Asli

Fredi Yusuf

ide itu sering kali datang tiba-tiba dan tanpa diduga

Konflik Kepentingan Hubungan Keluarga dalam Dunia Kerja

Diperbarui: 27 Juli 2024   00:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sebagai pekerja, saya punya sedikit catatan tentang konflik kepentingan akibat hubungan keluarga dalam dunia kerja. Tema yang senantiasa menjadi perdebatan menarik di ruang publik.

Konflik kepentingan menurut Pasal 1 butir 14 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan ialah kondisi pejabat pemerintahan yang memiliki kepentingan pribadi untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain dalam penggunaan wewenang sehingga dapat memengaruhi netralitas dan kualitas keputusan dan/atau tindakan yang dibuat dan/atau dilakukannya.

Mari kita lihat dua premis dari situasi yang terjadi pada kasus SYL yang saya kutif dari berita, dan cukup viral akhir-akhir ini.

Premis 1: "Terungkap dalam Sidang, Biaya Sunat Cucu SYL Ditanggung Kementan"

Oke... SYL punya hubungan kekeluargaan dengan cucunya, tapi apakah SYL dan cucunya bekerja di kantor yang sama? Tentu tidak, orang cucunya baru disunat. Jadi, situasi yang merugikan negara tersebut terjadi karena SYL punya jabatan, punya wewenang. Itulah yang dimanfaat oleh SYL untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain, tak peduli sanak saudaranya itu bekerja di kantor yang sama ataupun tidak.

Premis 2: "Terungkap bahwa SYL juga menitipkan penyanyi dangdut Nayunda Nabila sebagai pegawai honorer di Kementan, padahal Nayunda jarang ngantor meski digaji Kementan jutaan rupiah per bulan"

Tak ada catatan kalau penyanyi dangdut tersebut memiliki hubungan darah atau status perkawinan dengan SYL. Loh kok bisa SYL melakukan itu? Mungkin karena dia punya kepentingan lain dengan yang bersangkutan, dan dia punya jabatan serta kewenangan untuk melakukan itu.

Jadi, kalau kita melihat dua premis tersebut, maka irisan utama bukan pada hubungan darah atau status perkawinan, melainkan karena jabatan dan kewenangan yang dimilikinya. Kalau saja SYL hanya pegawai biasa yang tak memiliki jabatan dan kewenangan yang besar, apakah mungkin konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang terjadi? Sulit, itu jawabannya.

Hubungan perkawinan memang pernah dituding sebagai biang kerok konflik kepentingan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal 153 ayat (1) huruf f menyatakan pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Ketentuan itu diuji di MK. Putusan MK Nomor 13/PUU-XV/2017 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada 14 Desember 2017, MK menyatakan frasa 'kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama' dalam Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Putusan MK itu memperlihatkan bahwa pada dasarnya hubungan perkawinan tidak memantik konflik kepentingan. Hubungan perkawinan bukan menjadi persoalan dan tidak perlu dipersoalkan. Hubungan perkawinan, juga tali persaudaraan, ialah takdir yang tidak dapat direncanakan ataupun dielakkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline