"Ambo memang Punk Rock Star. Tapi ketika harus diisolasi karena covid macam iko. Bukan ajo kesehatan fisik ambo ajo yang keno, tapi mental ambo jugo keno. Bayangin hampir setiap malam anak ambo video call, sambil membaca puisi-puisi yang ditulisanya. Tarumuak jugo ati ambo mendengarnyo" ucap suara diujung telpon yang terdengar lirih.
-o0o-
Sore itu telpon genggamku berdering. Kebetulan banget, aku sedang ada disisinya. Karena biasanya, dia ada didalam tas, ketinggalan di mobil, terselip disela-sela kursi, tetap dikantong celana tapi sempat masuk mesin cuci, bahkan pernah ketinggalan di hutan.
"Kamu beruntung" ucapku dalam hati sebelum mengangkat telpon.
"Ambo ado sesuatu yang bisp menginspirasi kau untuk menulis" ujar suara diujung telpon.
"Apo tu"
"Ambo keno covid bro" jawabnya.
"Hah... dak hebat berarti kau ni. Masak Rock Star biso keno covid."
Aku menyahut sekenanya, karena suara diujung telpon adalah suara sohibku yang selalu bikin heboh, baik di dunia nyata (waktu itu) maupun di dunia maya (saat ini). Iya... aku sudah mengenalnya lebih dari dua decade. Kala itu kami sempat bikin heboh "blantika musik kampus". Bagaimana tidak, aku dan seorang temanku yang sebelumnya gak pernah kenal alat masik, tiba-tiba bisa naik panggung membawakan lagu-lagu beraliran rock, karangan sendiri pula. Itu semua gara-gara ulah Mamang Itu.
"Iyo, kini ambo diisolasi dan dirawat di Rumah Sakit" suaranya terdengar sedikit parau seperti menahan sedih.
"Ambo memang Punk Rock Star. Tapi ketika harus diisolasi karena covid macam iko. Bukan ajo kesehatan fisik ambo ajo yang keno, tapi mental ambo jugo keno. Bayangin hampir setiap malam anak ambo video call, sambil membaca puisi-puisi yang ditulisanya. Tarumuak jugo ati ambo mendengarnyo" lanjutnya.