Lihat ke Halaman Asli

Fredi Yusuf

ide itu sering kali datang tiba-tiba dan tanpa diduga

Belajar Pemetaan Partisipatif dari Kawan-Kawan Penggiat Lingkungan di Congo

Diperbarui: 26 Februari 2016   09:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini adalah kesempatan yang langka. Saling belajar dengan kawan-kawan luar negeri nun jauh disana, dari Benua Afrika, tepatnya Republik Demokratik Congo (RDC). Kami juga bertemu di tempat yang cukup jauh, di desa paling ujung, di pinggir hutan, tepatnya di Jorong Simancuang Kabupaten Solok Selatan Sumatera Barat, atau sekitar 180 km dari kota Padang.

Jangankan bicara tentang Congo yang jauh di Afrika sana, bicara tentang Simancuang saja yang ada di negeri sendiri bagi kebanyakan kita tentu masih asing. Tapi disinilah serunya.

Kawan-kawan dari Congo yang datang ke Simancuang adalah para penggiat lingkungan yang ingin berbagi pengalaman tentang pemetaan partisipatif, advokasi hak kelola rakyat, dan kearifan masyarakat dalam mengelola sumber daya alam. Bersama masyarakat dan kawan-kawan WARSI yang telah lama menjadi pendamping di Simancuang, dikemaslah acara ini jadi menarik.

Masyarakat Simancuang melalui Kepala Jorong Arisman, bercerita tentang sejarah dan profil Jorong Simancuang. Selanjutnya ketua Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Simancuang Edison, bercerita tentang perjuangan mereka meminta pengakuan hak kelola hutan kepada Negara, serta bagaimana inisiatif dan kearifan local masyarakat Simancuang dalam mengelola sumber daya alam.

[caption caption="Penampakan Gunung Kerinci dari Jorong Simancuang"][/caption]

“Simancuang mulai dihuni oleh masyakat sejak awal tahun 70-an, masyarakat datang ke Simancuang untuk melakukan budidaya tanaman pada sawah” ujar Arisman. “Saat ini Jorong Simancuang secara administrative berada dibawah Nagari Alam Pauh Duo. Di daerah lain jorong berarti dusun, Nagari berarti desa” lanjutnya.

Menurut Edison, dengan mata pencarian warga Simancuang yang hampir 100% petani sawah, pengelolaan hutan menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Sawah membutuhkan air, sedangkan hutan adalah penyedia air. Jika salah urus dalam mengelola hutan, maka akibatnya akan sangat fatal bagi mata pencarian masyarakat.

Edison menambah, selain sebagai sumber air untuk sawah, hutan Jorong Simancuang juga berfungsi untuk penyedia air bagi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH), serta ada hasil hutan bukan kayu yang bisa dimanfaatkan hasilnya. Selain itu ada berbagai jenis tumbuhan dan hewan juga yang terdapat di hutan Simancuang, yang berfungsi untuk keseimbangan keanekaragaman hayati.

“Singkatnya, keberadaan hutan sangat penting bagi masyarakat Simancuang” tandas Edison.

Jean Paul Ngalam salah satu peserta dari Congo menanggapi pemaparan yang disampaikan kedua tokoh Simancuang tersebut. Dia salut dengan cara masyarakat Simancuang mengelola hutan, bahkan dia kagum mendengar cerita dan mengetahui langsung keberadaan hewan yang ada di hutan Simancuang.

“Di tempat kami tak ada lagi hewan di hutan. Akibat perang berkepanjangan, masyarakat memburu hewan di hutan untuk bahan makanan” ujar Jean Paul.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline