Lihat ke Halaman Asli

Asap Mengepung, ke Mana Kami Harus Mengadu?

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kabut Asap Menghambat Jarak Pandang (Foto:viva.co.id)

Problematika di masyarakat tak pernah berhenti. Kasus bencana alam di Indonesia sudah tidak menjadi masalah baru, bahkan bencana alam berulang kali terjadi. Sebut saja kebanjiran, longsor, gempa bumi atau gunung meletus. Bagaimana dengan asap yang mengepul di atap bumi Indonesia? Hmm.. kasus ini pun bukan masalah baru. Seharusnya kita bisa belajar dari bencana alam yang terulang beberapa kali dengan kasus yang sama. Belajar untuk memperbaiki agar masalah ini tidak terjadi lagi atau setidaknya tidak menjadi lebih parah dari tahun ke tahun.

Hampir setiap tahun, kebakaran hutan Indonesia terulang kembali. Dampaknya tidak hanya berkurangnya kawasan hutan tetapi juga terganggunya aktivitas dan kesehatan masyarakat akibat asap dari kebakaran hutan. Penyebab kebakaran hutan itu sendiri ada beberapa kemungkinan seperti akibat perubahan iklim atau akibat ulah manusia. Kebakaran hutan Riau merupakan akibat ulah manusia yang ingin membuka lahan baru dan didukung oleh kondisi cuaca yang tak kunjung hujan.

Kebakaran hutan di langit Riau yang menjadi berita hangat saat ini merupakan kebakaran terparah yang menyebabkan puluhan ribu  orang mengidap ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Jarak pandang yang terbatas juga membekap mereka dalam ruang yang sempit dengan pergerakan yang terbatas. Kabut asap telah membekap warga Riau dan daerah sekitarnya hampir dua bulan terakhir. Dan kini, belum ada kepastian kapan kabut ini akan sirna dan langit Riau kembali cerah. Pergerakan pemerintah untuk mengupayakan penanggulangan asap pekat ini pun semakin terbatas karena jarak pandang hanya 500 meter.

Dampak dari parahnya kabut asap melanda Riau ini pun berimbas pada aktivitas penerbangan di Riau. Seperti yang dikatakan Ahmad Nixon, ketua AOC (Airlines Operator Committee) kepada kompas.com(12/3/14) bahwa seluruh penerbangan ke Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru dihentikan hingga 15 Maret 2014, dan kemungkinan akan diperpanjang bila kondisi asap belum membaik.

[caption id="" align="aligncenter" width="538" caption="Asap Pekat Menghentikan Penerbangan Di Riau (Foto:antarafoto)"][/caption]

Kebakaran hutan di bumi Riau bukan pertama kalinya. Hutan Riau menjadi salah satu sasaran pihak-pihak yang tak bertanggung jawab untuk meraup keuntungan besar bagi diri sendiri. Oknum ini tidak peduli dampak negatif yang merusak kehidupan ekosistem di sekitar kebakaran hutan. Kebakaran ini bukan menjadi masalah warga Riau saja. Dampak dari kebakaran hutan ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat di sekitar Riau tetapi juga sampai ke daerah lain bahkan ke negara tetangga.

Bencana melanda, pemerintahlah seharusnya menjadi garda terdepan sebagai penolong untuk rakyatnya. Kemana lagi rakyat menjerit kalau bukan kepada sang penguasa. Namun, pada kenyataannya dari beberapa bencana alam yang terjadi belakangan ini, pemerintah tidak maksimal dan tidak bergerak cepat sehingga rakyat menjadi korban dari keganasan bencana ini.

Sebenarnya kasus pembukaan lahan dengan cara pembakaran hutan secara besar-besaran merupakan suatu pelanggaran dan sudah dialasi dengan undang-undang antara lain UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebuna, dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Tapi mengapa kebakaran hutan dengan sengaja terus terjadi? Tidak takutkah mereka akan ancaman yang tertera dalam undang-undang tersebut? Pertanyaan itu melayang-layang di benak saya.

[caption id="" align="aligncenter" width="530" caption="Kabut Asap Menghambat Jarak Pandang (Foto:viva.co.id) "][/caption]

Andai saya jadi presiden, hutan yang telah menjadi aset berharga Indonesia akan termasuk dalam prioritas penjagaan. Indonesia memiliki hutan sebagai penyumbang oksigen terbesar di dunia bersama dengan hutan di Amazon. Tentu ini menjadi suatu kebanggaan dan harta berharga yang patut dijaga. Hukum yang ada harus mempunyai sanksi yang tegas. Para oknum perusak hutan harus dihukum seberat-beratnya karena mengganggu hutan berarti mengganggu keberlangsungan hidup banyak orang.

Sanksi tegas terhadap pemerintah daerah yang tidak bergerak cepat dalam memangkas oknum-oknum kejahatan ini atau bahkan tidak peduli terhadap bencana yang melanda daerahnya. Sanksi diturunkan dari jabatannya dan dikenakan hukuman seberat-beratnya seharusnya membuat para pemerintah daerah lebih memperhatikan wilayahnya dan kosisten dalam pencegahan perusakan hutan.

Selain itu, penanaman pohon secara berkala akan terus dilakukan guna melakukan penghijauan bagi hutan-hutan yang gundul. Pemerintah juga dengan tegas menyatakan batas-batas hutan yang dilindungi negara dan dengan ketat melakukan penjagaan terhadap hutan Indonesia.

Referensi:

http://www.kompas.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline