Di era modern ini, kemajuan teknologi informasi telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia, dan tentunya menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Di tengah derasnya arus globalisasi, teknologi tidak hanya berfungsi menjadi alat komunikasi dan hiburan, tetapi juga menjadi penghubung utama antar individu sekaligus dengan bermacam-macam kelompok lintas negara. Perkembangan ini ditandai dengan hadirnya internet, media sosial, dan berbagai platform digital lainnya yang membuat dunia seolah-olah berada pada satu genggaman. Penggunaan internet dan media sosial telah mengubah cara manusia berinteraksi, berbagi informasi, dan mengakses ilmu pengetahuan. Perubahan ini tentunya juga mempengaruhi aspek kehidupan lainnya, misalnya pada aspek keagamaan, tentang bagaimana cara menyebarkan pesan keagamaan di era digital. Kita dapat mengakses semua informasi secara cepat, termasuk mengakses konten dakwah yang marak di media sosial, seperti channel Youtube. Youtube merupakan media berbagi video yang saat ini digunakan banyak orang di seluruh belahan dunia termasuk di Indonesia. Dengan adanya media Youtube, semua orang dapat mengetahui informasi yang berada di luar jangkauan ruang dan waktu dengan sangat cepat, seperti berita, hiburan, pendidikan, tutorial, dan masih banyak lagi. Semua orang dapat menjadi bagian untuk menonton ataupun mengunggah konten video. Hal ini sejalan dengan kewajiban menyampaikan dan mereima dakwah yang berlaku bagi siapa saja.(Fais Noor & Fajrussalam, n.d.)
Dalam hal ini, umat Islam tentunya terkena pengaruh yang diberikan oleh transformasi digital. Tradisi dakwah yang selama ini dilakukan melalui mimbar masjid, kini bertransformasi ke berbagai platform digital. Fenomena ini menandai adanya perubahan baru dalam penyebaran pesan keagamaan, dimana dakwah tidak lagi terbatas pada mimbar masjid, atau majelis yang bersifat formal, melainkan meluas hingga ke layar ponsel melalui berbagai platform, seperti Youtube dan Podcast. Perubahan tersebut membuka peluang besar bagi para pendakwah dalam menyampaikan nilai-nilai keagamaan. Karena di era digital ini, mereka bisa memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk menyebarkan nilai-nilai Islami, dengan audiens yang lebih banyak lagi. Kini, mereka tidak lagi terbatas pada mimbar masjid sebagai salah satunya medium dakwah. Dengan memilih topik terkini, yang relevan sesuai dengan perkembangan zaman, seperti topik percintaan atau isu-isu keseharian lainnya, para pendakwah mampu menarik perhatian para generasi muda dan membuat pesan agama lebih mudah diterima oleh mereka. Untuk memanfaatkan peluang ini secara maksimal, para da'I tentunya harus memperhatikan kualitas konten dan strategi penyampaian mereka. Kreativitas dalam menyampaikan permasalahan menjadi kunci agar suatu pesan dapat diterima dengan baik oleh para audiens dengan latar belakang beragam. Dalam konteks ini, penting bagi para da'I untuk menjaga akhlak serta etika mereka, terutama dalam berinteraksi agar tidak menyesatkan dan mencemarkan nama baik dari Agama Islam itu sendiri.
Konsep Dakwah di Era Digital
Kata dakwah berasal dari bahasa Arab yakni (da'a-yad'u-da'watan) artinya mengajak memanggil, menyeru, menjamu, mendoa, atau memohon. Dakwah secara terminologi ialah mengajak individu atau kelompok masyarakat kepada kebaikan atau jalan Tuhan dan mencegah kemungkaran. Dakwah mengandung pengertian lebih luas sebagai aktivitas menyampaikan ajaran islam, menyuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran, serta memberikan kabar gembira dan peringatan bagi manusia. Dakwah menurut Quraish Shihab adalah ajakan untuk mengubah situasi menjadi lebih baik, baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan dalam pemahaman dalam perbuatan baik dan pandangan hidup saja, tetapi menuju sasaran lebih luas sesuai dengan perkembangan zaman saat ini.(Nurrohman et al., n.d.)
Sejak zaman dahulu, dakwah sangat erat kaitannya dengan mimbar dan pengajian sebagai sarana utama untuk menyebarkan pesan agama. Mimbar masjid menjadi simbol otoritas bagi para ulama' yang diberi kepercayaan untuk membimbing umat. Biasanya dakwah berlangsung dalam bentuk ceramah atau khutbah yang dilakukan di depan jamaah secara langsung. Dengan pertemuan ini, pastinya akan terbentuk kedekatan secara emosional, karena para jamaah dapat merasakan langsung interaksi dengan sang da'i, yang mana saat itu posisinya adalah sebagai pembicara. Namun, dakwah model seb=perti ini memiliki batasan yang cukup jelas, yaitu keterbatasan pada ruang dan waktu, karena hanya bisa didengarkan oleh mereka yang hadir dalam suatu majelis, sementara banyak orang di luar sana yang tidak dapat mendengarkan pesan apa yang disampaiakan.
Dakwah digital merupakan transformasi perihal bagaimana pesan keagamaan disampaikan kepada khalayak umum, dengan cara memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai medianya. Berbeda dengan dakwah konvensional yang mengandalkan interaksi langsung di tempat ibadah seperti pengajian di atas mimbar, dakwah digital ini dilakukan melalui platform daring seperti media sosial, website, podcast, hingga video streaming. Pendekatan ini memungkinkan para pendakwah dapat menjangkau audiens lebih luas lagi, fleksibel, dan relevan dengan perkembangan zaman. Tujuan dari dakwah digital ini sama dengan tujuan dari dakwah konvensional, yaitu menyampaikan nilai-nilai keagamaan, namun dikemas dengan bentuk yang lebih modern dan menarik agar dapat dikonsumsi oleh masyarakat luas. Penggunaan elemen visual, audio dan interaktif merupakan ciri khas dari dakwah digital yang membuatnya sangat relevan di era teknologi. Dengan memanfaatkan Youtube, para pendakwah memiliki kesempatan untuk membangun komunitas daring yang lebih luas dengan cara menyampaikan ceramah, kajian agama, hingga diskusi yang bersifat interaktif, yang bisa diakses kapan saja oleh masyarakat. Contohnya adalah Ustadz Adi Hidayat dengan Kanal YouTube nya yang memuat kajian tematik seperti tafsir Al-Quran, hadits, serta tanya-jawab seputar agama dan kehidupan. Kontennya juga melibatkan pembahasan yang sistematis dengan dukungan referensi kitab-kitab klasik. Selain Ustadz Adi Hidayat, ada juga Ustadz Hannan Attaki yang mayoritas videonya membahas berbagai isu yang dekat dengan anak muda, seperti percintaan, motivasi hidup. Ustadz Hannan Attaki sering menggunakan bahasa gaul dan menyisipkan kisah-kisah inspiratif dalam dakwahnya, dan masih banyak lagi.
Dampak dan Tantangan Dakwah di Era Digital
Sebagai situs berbagi video terbesar yang ada di dunia, Youtube memberikan banyak kemudahan agar para pendakwah bisa menjangkau audiens yang lebih luas lagi, dengan latar belakang yang berbeda. Ada banyak sekali kelebihannya, misalnya ialah memungkinkan pesan dakwah dapat diterima oleh masyarakat dari berbagai belahan dunia tanpa adanya keterbatasan letak geografis. Selain itu, fleksibilitas waktu menjadi nilai plus, karena mereka dapat mengakses video da'i yang mereka sukai kapan saja sesuai jadwal mereka. Selain itu, dakwah digital memungkinkan adanya keberagaman cara penyampaian. Para pendakwah dapat mengembangkan gaya mereka sendiri, baik dengan ceramah yang formal maupun yang lebih informal dan relatable dengan kehidupan audiens. Ini menciptakan ruang yang inklusif, di mana setiap orang merasa bisa terhubung dengan pesan agama sesuai dengan kondisi mereka. Keberadaan Youtube membuat para pendakwah berlomba untuk mengemas dakwah dalam berbagai format kreatif, seperti ceramah interaktif, diskusi, atau animasi, yang dapat menarik minat generasi muda. Fitur komentar dan live streaming memberikan ruang bagi audiens untuk berinteraksi langsung, yang mana dapat memperkuat ikatan antara pendakwah dan pendengar. Selain itu, potensi konten viral di Youtube mempercepat penyebaran pesan agama ke audiens yang lebih luas. Pendakwah juga dapat memanfaatkan data analitik yang disediakan Youtube untuk memahami preferensi audiens dan meningkatkan kualitas konten. Dengan semua kelebihan ini, Youtube menjadi media yang strategis bagi dakwah modern, menjembatani kebutuhan spiritual masyarakat dengan kemajuan teknologi.
Sedangkan kekurangan dakwah online adalah kurangnya interaksi sosial secara langsung antara pengkhotbah dan pendengar. Jadi, dibandingkan dengan dakwah langsung, tidak ada kedekatan emosional atau hubungan batin yang kuat. Ketika dakwah secara langsung berada di majelis pembicara, atau mubaligh dapat melihat secara langsung interaksi yang terjadi di majelis pengajian dengan mengamati gerakgerik para pendengar, terlepas dari apakah mereka tampak tertarik pada subjek atau tidak berdakwah secara online, pengkhotbah tidak bisa melihat secara langsung. interaksi yang terjadi dalam ceramah. Ada juga masyarakat yang menyalahgunakannya dengan menyebarkan hal-hal negatif sehingga menjatuhkan dan membingungkan masyarakat. Oleh karena itu, penyebaran berita palsu atau penipuan harus disertai dengan dakwah online dengan informasi umum lainnya yang memverifikasi keabsahan sumber berita. Selain itu, konten dakwah online ini biasanya banyak dikonsumsi oleh generasi remaja yang sedang beranjak dewasa dan belum mendalami ilmu agama sehingga mudah menjadi korban penipuan. Mereka adalah masa depan bangsa dan kami berharap mereka dapat terus memberikan ajaran dan ilmu yang positif dan berwawasan luas melalui dakwah online yang banyak digemari.(Putri Andini et al., 2023)
Seringkali, dakwah di media sosial menimbulkan pro dan kontra, terutama jika materi yang dibahas berkaitan dengan fiqih yang mendalam. Hal ini kerap disalahartikan sebagai ajaran yang menyesatkan, hanya karena adanya perbedaan mazhab. Oleh sebab itu, tantangan bagi pendakwah adalah memberikan pemahaman bahwa perbedaan tidak berarti sesat, melainkan merupakan keragaman dalam beragama. Tantangan lainnya adalah persaingan konten yang sangat ketat antar para da'i, para pendakwah kesulitan memahami kebutuhan spesifik para audiens karena tidak terjadi interaksi langsung, dan ancaman misinformasi karena banyak sekali informasi yang tidak akurat, dimana hal itu menimbulkan kesesatan dan kesalahpahaman di kalangan masyarakat luas. Dakwah digital juga membawa implikasi sosial dan budaya yang perlu diperhatikan. Dalam konteks masyarakat yang semakin plural dan beragam, pesan-pesan dakwah harus disampaikan dengan cara yang inklusif dan menghormati perbedaan. Hal ini penting untuk mencegah timbulnya konflik dan memperkuat harmoni sosial. Dakwah digital harus mampu menyampaikan pesan-pesan Islam yang damai dan toleran, serta memberikan solusi bagi berbagai permasalahan yang dihadapi umat manusia saat ini. Dalam dakwah digital ini, penggunaan bahasa yang tepat menjadi aspek yang krusial untuk menghindari kesalahanpahaman disebabkan perbedaan penafsiran antar audiens dalam mengartikan suatu permasalahan. Penggunaan bahasa yang sederhana, jelas, mudah dipahami membantu para pendakwah dalam menyampaikan pesan dengan efektif, untuk meminimalisir interpretasi yang keliru. Sebaliknya, penggunaan istilah yang terlalu teknis, ambigu, pemilihan bahasa yang cenderung kaku, atau tidak sesuai konteks dapat membingungkan audiens, bahkan memicu perdebatan. Dalam dunia digital yang bersifat terbuka dan dinamis, pesan dakwah sering kali diakses oleh audiens dengan latar belakang beragam, sehingga penting bagi pendakwah untuk memilih kata-kata yang netral, inklusif, dan tidak menyinggung pihak tertentu. Dengan demikian, pesan agama dapat tersampaikan secara tepat dan diterima dengan baik oleh masyarakat luas.
Referensi