Lihat ke Halaman Asli

Puisi | Ibu

Diperbarui: 25 April 2020   15:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Di gubuk tua, selekas menegak kopi pagi

Aku pernah bertanya pada ibu, perihal ayah yang tak lekas pulang dari ladangnya yang menahun

Tangan ibu yang tampak keriput dimakan usia, membelai rambutku, barangkali kutu-kutu masih menempel di kepalaku

Aku enggan berdebat soal pada ibu, soal itu, bagiku jamahan sang ibu adalah larik doa yang paling mujarab dari setiap harap

Asap hitam membumbung tinggi dari gubuk kami pagi itu, sementara percakapan kami dengan ibu perihal ayah tak kunjung usai bila kususun dalam satu buku

Ibu selalu punya cara unik setiap tanya dari mulut kami yang polos padanya

Bibirnya tampak masih pandai mendongeng dan bercerita apapun, kala kami anaknya bertanya soal ayah yang tak lekas pulang

Padahal, kepulangannya adalah rindu yang menggunung dalam Sukma kami yang menahun tak kunjung menyurut

Jawabannya singkatnya, selalu menjawab tunggu saja nak

Darinya kami belajar, perihal tunggu, bukanlah hal yang membosankan

Sebab, tunggu adalah pelajaran yang tak pernah diajarkan di manapun selain dari bibirnya

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline