Lihat ke Halaman Asli

fransiskus

Memberikan Apa Yang Bisa Diberikan

Bibir Pantai yang Hilang Dimakan Gelombang

Diperbarui: 20 Oktober 2020   12:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Herman hidup di sebuah desa kecil di pesisir Pantai selatan Jawa, desa yang jauh dari hiruk- pikuk  perkotaan, yang sangat membisingkan telinga manusia. Hidup di pesisir pantai mendapatkan banyak berkah, tetapi banyak juga bahaya yang mengintai Herman dan para masyarakat yang tinggal di pesisir pantai.

Masyarakat pesisir mendapatkan berkah karena banyak wisatawan yang datang untuk berlibur menikmati indahnya pantai. Hal ini menjadikan peluang usaha bagi masyarakat yang tinggal di sekitar Pantai Samas. Namun, ombak besar dapat membuat semua usaha yang ada di sekitar pantai rusak bahkan hilang dalam sekejap mata.

Herman sendiri seorang lelaki yang  berumur delapan belas tahun, Herman sendiri tergolong siswa yang berprestasi di sekolahnya. Herman sudah waktunya untuk  melajutkan  menuntut ilmu ke Perguruan Tinggi. Herman bercita – cita bersekolah tinggi agar kelak dapat memajukan desanya dalam bidang pariwisata dan perikanan.

Setelah mendafar di berbagai perguruan tinggi, Herman diterima di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Herman merasa senang karena dapat meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Namun, di sisi lain Herman juga merasa sedih karena harus meninggalkan desanya yang sangat permai, yang menyediakan semua kebutuhan masyarakat, desa yang sangat nyaman dan menyimpan sejuta kenangan masa kecilnya. 

Keindahan pantai yang menawan hati dan memanjakan mata sangat berat untuk ditinggalkan.  Herman berjanji akan mengembangkan desanya setelah ia menyelesaikan pendidikanya.

Pak Sumeri dan Ibu Sumeri orang tua herman sejatinya tidak rela untuk melepas anaknya pergi keluar kota, walaupun hanya sebentar.  Karena herman merupakan anak satu – satunya yang dimilikinya. Berat hati ditinggal oleh anak tersayang. Namun demi cita – cita sang anak, Keluarga Herman mengizinkan Herman untuk melanjutkan pendidikanya ke Perguruan Tinggi.

Mengeyam Pendidikan Tinggi 

Hari yang ditunggu pun tiba, Herman harus berangkat  ke kota untuk memulai masa studinya di kota. Sebelum berangkat Herman menyempatkan diri untuk pergi ke tepi pantai dan berucap,  “aku pergi untuk kembali, kembali di tempat yang indah ini untuk bertemu dengan keindahan pasirmu, bertemu kembali dengan langit senja yang mengiringi matahari pergi menuju kesinggasananya”.

Demi pengidupan yang baik masyarakat aku rela sementara meninggalkanmu, untuk menuju hari yang lebih baik. Ia pun bergegas untuk kembali ke rumah dan bersiap untuk berangkat ke Jakarta. Herman berpamitan dengan kedua orang tuanya dan semua warga. Herman berjabat tangan dengan kedua orang tuanya dan pergi melaju dengan kepala tegak  dengan diiringi teriakan semangat dari warga sekitar, Herman  menuju kesebuah abang ojek yang siap menghatarnya sampai ke terminal.

Tak membutuhkan waktu lama, abang ojek pun memacu motornya menuju ke terminal. Dalam perjalanan, Herman sempat meneteskan air matanya. Ia tak kuasa meninggalkan desanya tercinta. Desa yang membentuk karakternya sampai sekarang ini. “Bapak…Ibu…doakan anakmu ini agar dapat menjalani semua ini dan dapat kembali ketempat ini dengan secepat mungkin”.

Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam, Herman sampai di terminal membayar abang ojek pangkalan sebesar Rp 25.000. Bukan harga yang mahal, tapi bukan harga yang murah. Setelah membayar herman bergegas mencari bus dengan tujuan Jakarta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline