Lihat ke Halaman Asli

Fransisco Xaverius Fernandez

Guru SMPN 1 Praya Lombok Tengah NTB

Penantian 1: Waspada, Waspada, Waspadalah Selalu!

Diperbarui: 1 Desember 2022   15:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang Fajar Dirumahku (Dokpri)

Oleh Fransisco Xaverius Fernandez

Suatu hari aku kaget karena mendapat kabar kurang enak dari Kompasiana: artikelku di hapus!

Sempat amarah di dada menggelora, namun dengan cepat kusadari bahwa aku harus taat pada aturan ketika aku memasuki suatu tempat. Yang pertama harus kutanya adalah "Apa aturannya di sini?"

Di sinilah aku harus sadar diri bahwa akulah yang harus menyesuaikan diri dengan suatu tempat bukan mereka yang harus paham diriku. Demikian juga ketika aku mendapatkan undangan di acara apapun juga entah pesta pernikahan, pesta ulang tahun dan acara keluarga lainnya. Aku sebagai undangan harus sadar diri bahwa aku hadir di sini sebagai tamu. Maka aku harus menghargai si tuan rumah. Aku harus tahu apa kira-kira aturan di acara seperti ini.

Maka aku harus bekali diriku dengan aneka informasi penting. Bisa saja informasi mengenai pakaian apa yang layak dipakai, bagaimana penampilanku , apa yang harus ku siapkan agar aku bisa diterima di sana. Siapa yang harus kutemui, apa kira-kira yang akan kubicarakan di sana. Makin banyak data yang bisa dikumpulkan semakin baik.

Ketika peristiwa gempa menimpa Lombok di tahun 2018 dua tahun sebelum pandemi  Covid-19 yang menimpa Lombok di tahun 2020. Di sanalah aku makin merenungkan banyak hal harus disiapkan kita sebagai manusia ketika menghadapi suatu hal yang tidak pasti.

Gempa saat itu yang sungguh tidak kami duga memporak-porandakan pulau Lombok. Menyebabkan kami sangat menyandarkan sepenuhnya pada Tuhan dalam segala sesuatu yang menyangkut hidup kami. Kami benar-benar tidak tahu apa yang harus kami buat. Uang atau harta tidak banyak kami miliki, walaupun kami tidak boleh menyebut tidak ada.

Ketika menghadapi peristiwa alam tersebut, makin menyadarkan bahwa kami tidak memiliki kekuatan apa-apa. Tidak ada bedanya antara yang kaya dan miskin, penguasa atau rakyat jelata, kaum mayoritas atau minoritas dan lain sebagainya. Semuanya takut, gemetar , menangis tak berdaya. Saat itulah kita menyadari bahwa kita hanyalah manusia lemah , makhluk rapuh, kecil tak punya kekuatan apa-apa.

Gempa Cianjur 5,6 SR baru-baru ini banyak memberikan pembelajaran kepada kita bagaimana bersikap terhadap suatu bencana. Sungguh banyak berita yang kita baca dan bisa dijadikan permenungan.

Sikap positif yang muncul adalah sikap kegotong-royongan bangsa Indonesia. Mereka datang dari segala penjuru Indonesia. Tidak mengenal batas iman, atau suku, atau golongan. Namun di antara peristiwa tersebut ada pula yang mencoreng dengan sikap negatif. Di antaranya adalah adanya para kendaraan partai dan golongan organisasi tertentu yang tidak membawa bantuan tapi berfoto-foto untuk di pamerkan ke media sosial mereka bahwa mereka peduli.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline