Lihat ke Halaman Asli

Fransescorner

Penikmat kopi Flores Bajawa dengan motto : Start by doing what’s necessary; then do what’s possible; and suddenly you are doing the impossible

Berdamai dengan Teori

Diperbarui: 10 September 2020   23:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Banyak pengalaman yang sudah saya alami selama menjadi siswa dan juga menjadi pendidik berkaitan dengan fenomena dimana  saya harus baca, baca dan baca atau bahasa lain dari teori. Tentunya tidak bisa dipungkiri bahwa sampai hari ini saya masih terus berproses karena saya sadar bahwa saya masih beralasan untuk tidak membaca atau berdampingan dengan teori. 

Ada dua pengalaman sederhana yang akhirnya membuat saya harus sedikit condong memilih teori walaupun teori dan praktek tidak bisa dipisahkan. Pengalaman pertama adalah ketika saya belajar main gitar, saya dihabisi betul oleh Guru saya Pak Priyo karena saat itu ingin bisa nggenjreng gitar tanpa harus berlama-lama berteori. 

Betapa kagetnya saya ternyata saya ga diajari nggenjreng namun disuruh fingering sol mi sa si yang menurut saya ngga banget, teoritis banget pokoknya ambyar deh. Tapi setelah 6 bulan barulah terasa manfaat teori yang saya anggap ngga banget tadi. Jari - jemari saya bisa dibilang saat itu cukup fasih memainkan lagu bukan sekedar genjrengan yang asal - asalan namun punya rasa yang lain. 

Pengalaman kedua ketika saya diminta oleh Pemerintah untuk ikut membuat materi bimbingan teknis dimana saya akhirnya dalam waktu singkat harus membaca hal -- hal teoritis yang berkaitan dengan project based learning. 

Saya tidak punya pilihan saat itu karena partner saya semuanya dosen dan seorang guru namun khatam sekali dalam memahami teori ini dan itu. Saat itu karena ini kepercayaan dari negara maka mau tidak mau saya membaca semua informasi mengenai hal itu, disini saya benar - benar tidak ada pilihan selain membaca titik yang kedua adalah rendah hati untuk  bertanya bagaimana sebenarnya materi tersebut. 

Saya sebetulnya bingung kenapa saya bisa kepilih namun satu hal yang saya percaya yaitu ini semua terjadi karena saya mau diubah oleh Yang Maha Esa untuk naik kelas dan lebih baik. 

Oleh karenanya akhirnya saya saat itu memotivasi diri saya untuk semangat dan positif dalam menjalani ini semua. Syukur kepada Allah semuanya dilancarkan dan benar bahwa saya semakin bertambah ilmunya namun tetap harus rendah hati.

Saat saya menuliskan tulisan sederhana ini, saya diingatkan oleh dosen Pascasarjana saya Bp Agus bahwa kita harus tetap waspada walaupun sudah pernah baca teori atau mengerti sebuah teori. Mengapa ? Perubahan selalu ada dan kalau kita tidak waspada alias sembrono yang ada malah boomerang untuk kita. Yang tadinya dijuluki khatam menjadi dihantam. 

Dibalik dua pengalaman sederhana tadi saya akhirnya memilih berdamai dengan teori walaupun praktek juga penting. Dengan memahami teori dan membacanya, mengolahnya berulang kali menjadikan saya lebih tajam lagi dalam segala hal terutama untuk sebuah hal baik. Teori sejatinya juga mengarahkan hidup saya untuk tidak asal  berkomentar atau aksi dahulu namun menuntun saya dalam menimbang, memberi respon, reaksi bahkan dalam discerment / pengambilan keputusan.  

Pesan saya bagi anda yang pernah atau sedang seperti saya, mari kita bergandeng tangan bersama dengan teman kita yang bernama teori. Kita temani dia dengan membaca lebih dalam. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline