Pada medio Juni 2016 Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2016 – selanjuntya disebut PP 18 - merupakan kebijakan pertama yang ditetapkan atas dasar amanat Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan yang mengatur kelembagaan dan atau organisasi pemda sangat ditunggu semua pihak terutama pihak pemerintah daerah. Mengapa? Karena kebijakan penentuan organisasi pemda akan menentukan besaran struktur dan tipe birokrasi pemda. Besaran struktur organisasi akan menentukan penggunaan anggaran, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Muaranya akan sangat menentukan efisiensi dan efektivitas birokrasi pemda.
Kebijakan tentang organisasi pemda dalam konteks dan konten kekinian diharapkan dapat mewujudkan birokrasi pemda yang ramping, tepat fungsi dan tepat ukuran. Kondisi selama ini menunjukkan bahwa kelembagaan birokrasi kita, termasuk birokrasi pemda terlalu gemuk sehingga kurang lincah bergerak dan menyerap anggaran yang lebih besar untuk dirinya dibanding belanja untuk sektor publik. PP 18 sebagai instrumen seharusnya dapat mengintervensi kondisi tersebut di atas, sehingga dapat mewujudkan kondisi yang lebih baik, dalam hal ini membangun postur kelembagaan birokrasi yang lebih ideal dan proporsional, oleh karena itu muncul sebuah pertanyaan besar yaitu apakah PP nomor 18 tahun 2016 mampu mewujudkan postur birokrasi pemda yang ideal dan proporsional seperti yang diharapkan?
Dalam menjawab pertanyaan tersebut di atas Penulis telah melakukan semacam quick research dengan memproyeksikan kelembagaan yang akan terbentuk atas dasar pedoman dan parameter yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah tersebut. Berdasarkan ketentuan yang tercantum pada PP 18 Penulis melakukan simulasi pembentukkan kelembagaan daerah denganmengambil sample 17 Kabupaten dan Kota. Berdasarkan hasil simulasi diperoleh hasil seperti tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 1 : Proyeksi Jumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD)
Berdasarkan hasil pada tabel di atas, kolom 9 menunjukkan proyeksi jumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD), yang merupakan penjumlahan dari kolom 4,5 dan 6. Ketiga kolom ini menunjukkan hasil proyeksi kelembagaan yang boleh dibentuk dan berdiri sendiri, kolom A menunjukkan lembaga tipe A (beban kerja besar), kolom B menunjukkan lembaga tipe B (beban kerja sedang) dan kolom C menunjukkan lembaga tipe C (beban kerja kecil). Kolom 7 (b) berarti) hanya dapat dibentuk bidang dan kolom 8 (s) hanya dapat dibentuk subbidang. Apabila hasil kelembagaan ini dikomparasikan dengan jumlah kelembagaan (badan atau dinas) eksisting, maka terdapat selisih sebagaimana tercantum pada kolom 11. Hasil pada kolom 11 sangat jelas menunjukkan bahwa semua daerah menjadi bertambah organisasi perangkat daerahnya. Penambahan struktur terjadi dalam rentang minimal 2 dan maksimal 14, yang terkecil penambahan struktur terjadi pada kabupaten Morowali dan yang terbesar pada Kabupaten Bandung Barat. Menurut proyeksi ini potensi penambahan organisasi perangkat daerah secara rata-rata adalah 8 dinas atau badan. Penambahan struktur ini berpotensi menggemukkan birokrasi pemda! Semula Penulis berpikir bahwa kemungkinan akan terjadi “perampingan”pada level bidang sehingga Penulis pun menghitung proyeksi pada level bidang atau bagian. Hasil proyeksi seperti tercantum pada tabel di bawah ini.
Tabel 2 : Proyeksi Jumlah Bidang/ Bagian pada Organisasi Perangkat Daerah
Berdasarkan hasil pada tabel di atas, perhatikan kolom 6, ternyata hasilnya tidak jauh berbeda! Hanya pada 3 kabupaten saja jumlah bidang/bagiannya berkurang yakni kabupaten Morowali, Karangasem dan Karo.Sementara sebagaian besar (82%) jumlah struktur bidang atau bagian bertambah. Bertambahnya struktur organisasi perangkat daerah berpotensi menggemukkan birokrasi Pemda! Menurut Penulis kebijakan ini kurang sejalan dengan semangat reformasi birokrasi. Sudah menjadi pengetahuan umum di kalangan akademisi dan praktisi pemerintahan bahwa birokrasi pemerintahan kita terlalu gemuk, besar serta kurang lincah bergerak dalam melayani dinamisnya tuntutan masyarakat.
PP 18 tentang Organisasi Perangkat Daerah ini bagaimanapun harus disikapi dengan sebaik-baiknya oleh Pemda. Pilihan untukmembentuk postur birokrasi pemda yang ramping, tepat fungsi dan ukuran merupakan sebuah keniscayaan, ditengah turbulensi perubahan dan keterbatasan anggaran. Tantangan bagi Pemda adalah bagaimana merestrukturisasi organisasinya tanpa mengankangi aturan. Menurut penulis, paling tidak ada dua strategi yang dapat diambil Pemda dalam merespon PP 18 yaitu, pertama strategi minimal. PP 18 sebenarnya memberikan ruang pilihan bagi Pemda yakni memilih kelembagaan maksimal atau minimal. Apa yang telah penulis paparkan di atas merupakan pola kelembagaan maksimal, apabila ini yang Pemda pilih tentu akan menggemukkan struktur birokrasi Pemda! Otonomi daerah pada dasarnya juga merupakan pilihan yang harus ditetapkan sendiri oleh daerah, tentu dalam bingkai kesatuan nasional. Dalam kontek PP 18 ini pemda dapat menggunakan pasal 54 ayat (1) yang berbunyi “Dalam hal kemampuankeuangan Daerah atau ketersediaan aparatur yang dimiliki oleh Daerah masih terbatas, tipe Perangkat Daerah dapat diturunkan dari hasil pemetaan.” Pasal ini bermakna bahwa tipe A dapat diturunkan menjadi tipe B dan tipe B dapat diturunkan menjadi tipe C, struktur dibawahnya akan mengikuti sehingga struktur kelembagaan akan menjadi lebih ramping. Strategi kedua yang dapat diambil oleh daerah adalah strategi penggabungan, pada pasal-pasal berikutnya dijabarkan bahwa untuk urusan pemerintahan yang memperoleh tipe C dengan memperhatikan perumpunan dan syarat-syarat tertentu dapat digabungkan. Penggabungan tersebut tentu akan dapat menghindari Pemda menambah bengkak struktur lembaganya.
Dua strategi tersebut apabila dikaji dan diimplementasikan dengan sungguh-sungguh tentu dapat digunakan untuk membangun struktur kelembagaan birokrasi yang ideal di daerah. Tentu masih ada strateginya lainnya yang dapat ditempuh jika ada “political will”yang kuat dari pimpinan dan politisi di daerah. Restrukturisasi birokrasi didaerah memang bukan hanya persoalan efisiensi dan efektifitas semata, sebagai sebuah kebijakan tentu akan sarat dengan kepentingan politis. Tetapi pimpinan dan politisi di daerah harus menyadari bahwa orientasi politik tertinggi adalah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat (baca; konstituen) dan hal tersebut dapat tercapai apabila mesin birokrasi yang menjalankannya ramping, lincah dan handal. Semoga birokrasi ideal yang diharapkan dapat terwujud.
Catatan :
- Simulasi tidak mengikutsertakan unit kesbangpollinmas serta penanggunlangan bencana.
- Data diolah dari masing-masing Perda tentang pembentukkan organisasi perangkat daerah.
- gambar dari http://odazzander.blogspot.co.id/2013/05/struktur-organisasi-yang-gemuk.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H