Lihat ke Halaman Asli

Mengenal, Memiliki Kesan Mendalam dan Mengamalkan Pancasila

Diperbarui: 11 Oktober 2015   15:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

MENGENAL, MEMILIKI KESAN MENDALAM DAN MENJADIKAN PANCASILA BAGIAN DARI KEHIDUPAN SEHARI-HARI BANGSA INDONESIA

Oleh: Ba’i Frans

Pengantar

Kalimat berikut ini saya kutip dari panitia yang mempersiapkan acara dalam FGD yang diselenggarakan oleh Badan Pengkajian MPR : “Amnesia nasional terhadap Pancasila telah mengakibatkan kemerosotan kehidupan kebangsaan di segala bidang (politik,ekonomi, hukum, sosial, budaya).

Observasi yang obyektif di atas perlu dicatat dan diingat, dan langkah selanjutnya ialah bagaimana menghidupkan kembali kesadaran akan pentingnya Pancasila bagi kehidupan bernegara di NKRI yang kita cintai ini. Makalah singkat ini ditulis dengan asumsi bahwa Pancasila, sekalipun berakar dan digali dari Pandangan Hidup Bangsa Indonesia, belum setiap orang memahaminya. Tahun 80-an pada saat penulis masih manjadi Penatar P-4 Tingkat Provinsi, terdengar berita bahwa PM Singapura tertarik dengan Pancasila dan ingin mempelajarinya. Ada juga posting seorang wartawan senior, Peter A. Rohi dalam Facebook 1 Oktober 2015 yang mengingatkan bahwa Presiden Uni Eropa Van Ekellen pernahh mengatakan bahwa Pancasila adalah ideologi yang cocok untuk menyelesaikan kerumitan duni sekarang ini, sementara di negerinya sendiri, Pancasila diabaikan. Salah satu contoh nyata ialah apa yang terjadi di Tugban baru-baru ini, yang dikutip dalam Berita Teratas.com Ada anggota DPRD dari Tuban yang mengucapkan sila ke-4 sebagai berikut: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam kebijaksanaan dan kemanusiaan.

Ada orang yang tidak hafal Pancasila, ada yang menghafal, tetapi tidak memahami, ada yang memahami, tetapi tidak berkesan, ada yang berkesan tetapi tidak masuk ke hati (dicintai), ada yang masuk ke hati, tetapi tidak diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam siatuasi seperti di atas, yang perlu dilakukan adalah usaha untuk membuat paling kurang seorang dari anggota keluarga selain kepala keluarga menghafal Pancasila (kalau diulang-ulangi pasti akan dihafal dalam waktu kurang dari setahun). Bahkan juga semua kementrian, departemen, bumn, perusahaan perlu menghafal Pancasila.

Tugas lain di mana pemerintah dan lembaga terkait bisa lakukan adalah membuat orang/semua warga negara memahami, terkesan, mencintai, kemudian mewujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari. Kalau tugas pertama relatif mudah, tugas kedua agak sedikit rumit, karena memerlukan usaha yang lebih keras dan serius untuk membuat orang memahami, berkesan, mencintai dan menjadikannya dasar untuk bertidak dan/atau mengambil keputusan. 

Penulis sangat setuju dengan panitia yang mengatakan bahwa harus ada berbagai aspek yang perlu dipenuhi untuk membuat Pancasila dan UUD 45 dapat dihayati. Perlu ada perumusan, sosialisai, monitor dan evaluasi/pengkajian. Kalau boleh saya ingin tambahkan satu lagi, yaitu pengetahuan. Secara sederhana Taksonomi Bloom bisa diterapkan di sini, yang sebetulnya sudah ada zaman dulu dengan adanya apa yang disebut PPPP (P-4), yakni Pedoman Penghayatan Pengamalam Pancasila. Tetapi kita harus mulai dengan aspek pengetahuan. Pertanyaan pertama ialah apakah semua warga negara tahu tentang Pancasila? Apakah semua bisa mengahafal? Tetapi pertanyaan yang lebih penting ialah, apakah semua warga negara menganggapnya penting? Kalau memang semuanya tahu, dan menganggap PS penting, apakah Pancasila dianggap sejajar, di bawah atau di atas ajaran agamanya? Kalau memenag dianggap penting, apakah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari? Lebih konkritnya ialah apakah Pancasila (dan UUD 45) diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari?

 

Nilai-nilai Pancasila.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline