Lihat ke Halaman Asli

Setelah (Kembali) Robeknya Jala Gawang Kami

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1330684557423371510

[caption id="attachment_166256" align="aligncenter" width="500" caption="(benabda.wordpress.com)"][/caption]

3 September 1974 dari pinggir lapangan, seorang Aang Witarsa (alm) tak kuasa melihat gawang anak buahnya diberondong gol oleh lawannya Denmark. Baru 15 menit laga dimulai Niel-Christian Holmstrom sudah membobol gawang Ronny Pasla, selang 2 menit giliran Henning Jensen yang membobol, menit ke 22 untuk ketiga kalinya gawang Indonesia kembali dirobek lawan, kali ini lewat sepakan Kristensen Nygaard. Sementara 7 menit kemudian giliran Allan Simonsen yang menggetarkan jala timnas Merah Putih.

Sudah cukupkah kebobolan empat gol? Belum, ternyata masih ada dua gol tambahan yang bersarang digawang Indonesia. Menit 35 Henning Jensen untuk kedua kalinya merobek gawang Indonesia dan menit 41 menjadi gol penutup dibabak pertama melalui kaki Niel-Christian Holmstrom. Babak pertama enam gol bersarang digawang timnas skuad Aang Witarsa (alm).

Pada babak kedua penderitaan pasukan Merah Putih belum usai, Denmark terus menggila dan terus membombardir pertahanan Indonesia, para pemain Denmark tidak ingin melunak seperti 4 tahun yang lalu, ketika kalah 1-3 ditahun 1971 di Gelora Bung Karno.

Dibabak kedua pemain terus memberikan penderitaan kepada pemain Indonesia, dan tiga kali Denmark berhasil merobek gawang Indonesia. Menit ke 71 Niels-Christian Holmstrom menambah pundi golnya menjadi yang ketiga alias hattrick, menit ke 76 untuk kedelapan kali kipper Indonesia dipaksa memungut bola dari gawang, kali ini Henning Jensen juga membuat hattrick, dan gol penutup Denmark dilesatkan Niel Sorensen dimenit 86.

19 September 1974 seharusnya para punggawa telah sampai di tanah air dari lawatannya di Eropa, namun satu hari sebelumnya para petinggi sepakbola Indonesia kehilangan kontak. Mungkin para pemain “Takut kehilangan muka akibat kekalahan mencolok” sehingga banyak cerita mengatakan mereka pulang sendiri-sendiri ketanah air, bahkan ada kelakar dikalangan pengurus PSSI saat itu, “Mereka sedang minta suaka dinegara lain”

*******

Kini peristiwa 38 tahun lalu itu terulang lagi, dengan kepala yang ditutupi topi yang menjadi kebiasaannya, seorang Aji Santoso yang baru pertama kali menangani timnas Indonesia. Harus merasakan apa yang pernah dirasakan Aang Witarsa (alm). Mungkin Aji Santoso sudah tahu akan kalah, karena skuad yang tersedia sangat terbatas, namun tidak dengan kebobolan 10 gol.

Seorang Andi Muhammad Guntur yang menggantikan kipper Samsidar pasti tidak akan menyangka, ditengah kebahagiannya untuk pertama kali turun kelapangan membela Merah Putih, gawangnya sampai 10 kali dirobek pemain Bahrain yang tak pernah berhenti membombardir pertahanan timnas Indonesia yang sebagian besar pemain sebetulnya belumlah siap mengemban tugas berat ini.

Apakah pantas kekalahan ini dibebankan pada pemain?

Terlalu naïf kalau semua kesalahan atas 10 gol tanpa balas ini ditimpakan kepada pemain, bahkan seorang Aji Santoso pun rasanya tidak lah pantas menanggung beban ini. Dengan skuad terbatas, Aji Santoso telah memberikan arahan dan strategi sesuai kemampuannya, dan pemain pun telah melaksakan tugasnya dengan sekuat tenaga. Dengan 10 orang pemain, dengan kemampuan yang masih kalah dari Bahrain, para pemain terus berusahan menjaga garis pertahanannya dari gempuran pemain Bahrain, ternyata semangat saja belum cukup untuk meladeni kekuatan Bahrain yang juga didukung oleh penonotonnya.

Alangkah bijaknya kalau bapak-bapak para petinggi sepakbola Indonesia merenungkan kembali kejadian sepuluh gol tanpa balas ini. Timnas Indonesia memang belumlah berprestasi, dan juga belum bisa mengimbangi kekuatan sepakbola Negara lain yang justru semakin berkembang. Tapi kejadian kemasukan sepuluh gol tanpa balas ini menjadikan catatan pertama kalinya dalam sejarah persepakbolaan Indonesia.

Buanglah api permusuhan tersebut, renungkan kembali sebab dan akibat sengketa lahan ini, demi kemajuan sepakbola tanah air, segeralah berkumpul mencari titik persamaan bukan mencari perbedaan.

Sudahlah laga terakhirmu di kualifikasi PPD 2014 sudah usai, pertadingan ini ditutup dengan cerita pahit. Tapi kembalilah ketanah air dengan kepala tegak. Padamu pemain, kami tetap mendukungmu.

Salam.

Frans. AZ (2 Maret 2012)

Dari berbagai sumber.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline